
Akhir Pekan, Investor Buru SBN Jangka Panjang

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Jumat (15/7/2022) akhir pekan ini, di tengah potensi resesi di Amerika Serikat (AS) yang semakin besar.
Mayoritas investor kembali melepas SBN hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN berjangka panjang yakni 25 dan 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 25 tahun turun 0,5 basis poin (bp) ke posisi 7,602%, sedangkan yield SBN bertenor 30 tahun juga turun 0,4 bp menjadi 7,452%.
Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 8 bp ke 7,365% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari AS, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung melemah pada hari ini, menandakan investor cenderung memburu pasar obligasi pemerintah AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun turun 2,9 bp ke posisi 2,93% pada hari ini pukul 06:05 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin di 2,959%.
Meski yield Treasury cenderung melandai, tetapi yield Treasury tenor 2 tahun masih lebih tinggi dari yield Treasury tenor 10 tahun.
Yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun yang lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter bank sentral, turun 2,7 bp menjadi 3,118%, dari sebelumnya di posisi 3,145% pada perdagangan kemarin.
Inversi kurva yield atau ketika yield obligasi pemerintah jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang, sering dilihat oleh pasar sebagai tanda bahwa resesi akan datang.
Tetapi, selisih (spread) antara yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun menyusut pada hari ini, karena para trader mempertimbangkan kemungkinan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 75 bp pada pertemuan berikutnya, bukan 100 basis poin.
Gubernur The Fed, Christopher Waller mengatakan bahwa ia mendukung kenaikan 75 basis poin pada pertemuan bank sentral berikutnya, yang dijadwalkan pada 26-27 Juli.
Namun, dia mengatakan akan mengamati data ekonomi dan ketenagakerjaan lainnya terlebih dahulu dan terbuka untuk langkah yang lebih besar jika dia yakin itu diperlukan.
The Fed yang semakin agresif tidak lepas dari inflasi yang masih terus menanjak padahal suku bunga sudah dinaikkan sebanyak tiga kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS tembus 9,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) di bulan Juni, tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Inflasi yang semakin tinggi dan The Fed yang semakin agresif tentunya berisiko membawa perekonomian AS ke jurang resesi semakin cepat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi