Inflasi Tak Terkendali, Wall Street Dibuka Merah Merona

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Rabu, 13/07/2022 20:49 WIB
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks bursa saham Amerika Serikat (AS) berguguran pada pembukaan perdagangan Rabu (13/7/2022), menyusul lonjakan inflasi Juni yang memicu kecemasan bahwa resesi mendekat lebih cepat.

Dow Jones ambrol 346 poin (-1,12%) di pembukaan dan selang 15 menit kemudian memburuk menjadi 352,17 poin (-1,14%) ke 30.629,16. Sementara itu, S&P 500 drop 47,46 poin (-1,24 %) ke 3.771,34 dan Nasdaq terbanting 152,65 poin (-1,36%) ke 11.112,08.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Juni melesat 9,1% secara tahunan (year on year/YoY) atau jauh melampaui ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang sebesar 8,8%. Angka tersebut lebih tinggi ketimbang inflasi bulan sebelumnya di 8,6% dan menjadi rekor inflasi tertinggi dalam 41 tahun terakhir.


Inflasi inti, yang mengecualikan barang dengan harga volatil seperti makanan dan energi, juga melambung, yakni sebesar 5,9%, melampaui estimasi yang memperkirakan angka 5,7%. Inflasi inti dianggap mencerminkan daya beli masyarakat.

Rilis data IHK tersebut akan mendorong bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 basis poin (bp) di pertemuan selanjutnya. Padahal, bulan lalu, The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya 75 bp (terbesar sejak 1994) ke 1,5%-1,75%.

"Tak ada jalan lain, kecuali The Fed harus lebih agresif dalam waktu dekat dan menghajar sisi permintaan. Itu yang akan memicu resesi sekarang," tutur Liz Ann Sonders, analis Charles Schwab seperti dikutip CNBC Internnational.

Kontrak berjangka (futures) yang berbasis Fed Funds Rate (FFR) kini memperkirakan bahwa suku bunga acuan AS tersebut akan naik 81 basis poin pada Juli yang mengindikasikan pertaruhan pelaku pasar bahwa FFR bisa dinaikkan lebih dari 75 bp, dan bisa sebesar 100 bp.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-bertambah 7 bp ke 3,03%, sementara imbal hasil obligasi serupa bertenor 2 tahun melompat 11 bp menjadi 3,16%.

Artinya, terjadi kurva inversi di mana imbal hasil obligasi tenor pendek bersinggungan dan bahkan melampaui obligasi tenor panjang. Hal ini dimaknsai sebagai sinyal bakal terjadinya resesi.

Investor juga akan memantau rilis kinerja keuangan dari bank raksasa seperti JPMorgan dan Morgan Stanley yang dijadwalkan pada Kamis (14/7) sebelum perdagangan dibuka. Delta Air Lines akan merilis neraca keuangannya hari ini sebelum perdagangan dibuka.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Investasi Yang Bisa Dilirik Saat Perang & Suku Bunga Ditahan