
Investor Kembali Lepas SBN, Yield Kembali Menguat

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup kembali melemah pada perdagangan Selasa (11/7/2022), meski sentimen negatif di pasar keuangan global masih datang pada hari ini.
Investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 1, 10, dan 15 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan kenaikan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun melemah 2,1 basis poin (bp) menjadi 4,2%, sedangkan yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara menurun 2 bp ke 7,277%, dan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun turun 1,4 bp menjadi 7,42%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung melandai kembali pada hari ini, di mana investor bersiap untuk memantau rilis data inflasi terbaru periode Juni 2022.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun melemah 7,4 bp ke posisi 2,917% pada hari ini pukul 07:00 waktu setempat, dari sebelumnya pada perdagangan Senin kemarin di 2,999%.
Meski cenderung melandai, tetapi inversi yield antara Treasury tenor 2 tahun dengan Treasury 10 tahun masih terjadi hingga hari ini.
Yield Treasury tenor 2 tahun juga melandai 6 bp menjadi 3,01%, dari sebelumnya pada perdagangan kemarin di 3,07%.
Pelaku pasar di AS dan global sedang menanti data inflasi AS periode Juni lalu yang akan dirilis pada Rabu pagi waktu AS atau Rabu malam waktu Indonesia.
Inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu diperkirakan akan kembali naik ke atas level 8,6% pada Mei lalu. Angka inflasi itu juga berlaku untuk energi dan pangan.
Jika inflasi benar-benar meninggi kembali, maka bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal tetap agresif menaikan suku bunga acuannya. The Fed diperkirakan akan menggerek kembali suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin pada bulan ini.
Alhasil, potensi resesi di AS semakin tak terhindarkan. Apalagi, yield Treasury tenor 2 tahun dengan 10 tahun masih mengalami inversi, meski sudah jauh melandai.
Secara historis, pembalikan kurva imbal hasil menjadi leading indicator bahwa ekonomi AS akan segera memasuki resesi. Likuiditas yang terserap di sistem keuangan membuat investor mencemaskan bahwa output perekonomian Negeri Paman Sam akan mengalami kontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi