Sudah 8 Hari Tak Menguat, Rupiah Mau Melemah Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 08/07/2022 08:05 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah pada perdagangan Kamis stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS), padahal nyaris sepanjang perdagangan mampu mempertahankan penguatan. Sayangnya di akhir perdagangan rupiah kembali ke Rp 14.995/US$. Dengan demikian, rupiah sudah 8 hari perdagangan tidak pernah menguat. 

Pada perdagangan Jumat (8/7/2022) rupiah berpeluang menguat melihat sentimen pelaku pasar yang membaik. Hal ini terlihat dari pergerakan bursa saham AS (Wall Street), indeks S&P 500 dan Nasdaq mampu mencatat penguatan 4 hari beruntun.

Meski demikian, pelaku pasar masih tetap berhati-hati jelang rilis data tenaga kerja AS malam ini.


Data tersebut terdiri dari penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls), tingkat pengangguran dan perubahan rata-rata upah per jam. Data ini merupakan salah satu indikator yang digunakan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter, selain data inflasi tentunya.

Kemarin, perusahaan Challenger, Gray & Christmas melaporkan sepanjang Juni ada rencana PHK sebanyak 32.517 pekerja di berbagai perusahaan. Angka tersebut melesat 57% dari bulan sebelumnya dan tertinggi sejak Februari 2021. Perusahaan otomotif dilaporkan memiliki rencana PHK paling banyak, yakni 10.198. 

Rencana PHK yang melonjak signifikan pada bulan lalu tentunya ini bisa menjadi sinyal pasar tenaga kerja mulai melemah dan menguatkan risiko resesi.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah kemarin berakhir stagnan. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sejak 15 Juni lalu menembus ke atas resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan FibonacciRetracement61,8%. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tekanan.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah sampai saat ini masih berada di atas Rp 14.730/US$, yang memberikan tekanan semakin besar.

Resisten terdekat berada di kisaran Rp 15.000/US$ yang juga merupakan level psikologis. Jika ditembus, rupiah tentunya akan melemah lebih jauh. Rp Rp 15.090/US$ - Rp 15.100/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50% akan menjadi resisten kuat selanjutnya yang bisa menahan pelemahan rupiah.

Sementara itu selama tertahan di bawah Rp 15.000/US$, rupiah berpeluang menguat melihat indikator Stochastic pada grafik harian kini bergerak naik dan mencapai wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli memberikan peluang penguatan rupiah.

Grafik: Rupiah 1 Jam
Foto: Refinitiv

Sementara stochastic pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memproyeksikan pergerakan harian sudah bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual, sehingga ruang penguatan rupiah hari ini masih terbuka.

Support berada di kisaran Rp 14.970/US$, jika ditembus rupiah berpeluang ke ke Rp 14.950/US$ hingga Rp 14.930/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS