Dunia Terancam Resesi Tahun Depan, Rupiah Keok Lagi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 July 2022 09:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah merosot dalam 4 pekan beruntun dan berada di level terlemah dalam 2 tahun, tetapi membuka perdagangan Senin (4/7/2022) dengan menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Meski demikian, penguatan masih sulit dipertahankan, rupiah akhirnya berbalik melemah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.915/US$, menguat 0,14% di pasar spot. Pada pukul 9:07 WIB, rupiah berbalik melemah tipis 0,03% di Rp 14.940/US$.

Pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) juga menunjukkan rupiah masih sulit menguat. Posisinya pagi ini tidak terlalu jauh ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat.

Periode

Kurs Jumat (1/7) pukul 15:13 WIB

Kurs Senin (4/7) pukul 8:56 WIB

1 Pekan

Rp14.937,3

Rp14.939,5

1 Bulan

Rp14.959,9

Rp14.958,0

2 Bulan

Rp14.975,5

Rp14.972,0

3 Bulan

Rp15.007,5

Rp14.993,0

6 Bulan

Rp15.058,1

Rp15.066,0

9 Bulan

Rp15.116,1

Rp15.120,0

1 Tahun

Rp15.200,6

Rp15.223,0

2 Tahun

Rp15.612,2

Rp15.648,3

Dalam 4 pekan total pelemahan rupiah sebesar 3,5%, sehingga ada faktor teknikal yang membuat rupiah menguat di awal perdagangan hari ini.

Namun, secara keseluruhan sentimen pelaku pasar masih akan dipengaruhi isu resesi, tidak hanya Amerika Serikat, tetapi juga secara global.

Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.

Sementara itu bank investasi JP Morgan pada pertengahan Juni lalu mengatakan probabilitas Amerika Serikat mengalami resesi saat ini mencapai 85%, berdasarkan pergerakan harga di pasar saham.

Indeks S&P 500 sepanjang tahun ini sudah jeblok sekitar 23%. Menurut JP Morgan, dalam 11 resesi terakhir, rata-rata indeks S&P 500 mengalami kemerosotan sebesar 26%.

Tanda-tanda Negeri Paman Sam terus bermunculan. Data yang dirilis pada pekan lalu menunjukkan konsumen AS yang kini tidak pede menatap perekonomian. Conference Board melaporkan tingkat keyakinan konsumen Juni merosot menjadi 98,7, dari bulan sebelumnya 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir.

Angka di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimistis, sementara di atasnya optimistis.

"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board.
Inflasi tinggi yang melanda banyak negara juga diperkirakan membawa perekonomian global mengalami resesi.

Citigroup kini memprediksi perekonomian global akan mengalami resesi dalam 18 bulan ke depan, dengan probabilitas sebesar 50%. Citigroup melihat, dengan inflasi yang sangat tinggi, maka daya beli masyarakat yang merupakan motor penggerak perekonomian akan tergerus.

Dengan kondisi tersebut aset-aset berisiko tentunya menjadi kurang diuntungkan, sementara dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi primadona.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular