Diterjang Berbagai Kabar Negatif, IHSG Tumbang 3,5% Pekan Ini

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
02 July 2022 13:45
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia sepanjang pekan ini melemah seiring dengan tekanan dari pasar global dan rilis data ekonomi yang mengecewakan. Ketakutan akan resesi masih membebani.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini ditutu di 6.794,328, ambles 3,53% point-to-point dalam sepekan. Pekan buruk tersebut juga menutup kuartal kedua 2022 di zona negatif.

Kinerja IHSG secara kuartalan ambles 1,7%. Ini membuat kinerja kuartalan IHSG melemah selama dua kuartal beruntun setelah pada kuartal sebelumnya anjlok 2,26%.

IHSG juga mencatatkan tren negatif dengan selalu ditutup si zona merah dalam lima hari perdagangan. Ini menujukan bahwa pasar sham Indonesia sedang berada dalam pesimisme.

Ada tiga alasan kenapa IHSG kemudian melemah sepanjang pekan ini.

Pertama, sepi sentimen nasioanal. Pekan terakhir perdagangan memang biasanya menjadi yang paling sepi sentimen, Sebab banyak rilis data ekonomi keluar pada minggu pertama hingga minggu ketiga.

Selin itu pasar sudah melewati musim rilis laporan keuangan yang bisa menentukan iklim optimis atau pesimisme para pelaku pasar. Rilis lapor[an kinerja keuangan emiten pada kuartal I-2022 sudah dirilis sejak bulan April hingga Mei.

Begitu juga dengan euforia pembagian dividen yang bisa dibilang sudah mereda. Emiten-emiten besar sudah membagikan dividen mereka sehingga bulan Juni sudah sepi pembagian dividen. Padahal aksi pembagian dividen selalu disambut positif oleh para investor.

Akibat sepi sentimen dalm negeri, pasar lebih dipengaruhi oleh sentimen global, ini adalah alasan kedua. Bursa global lesu sepanjang pekan ini.

Tiga indeks utama wallstreet misalnya turun turun di kisaran 2% hingga 5%. NASDAQ 100 turun 4,3% sepanjang pekan. Sementara S&P  Index ambles 2,21% dan Dow Jones turun 1,6%.

Sikap agresif bank sentral untuk melawan inflasi menjadi topik utama pelemahan pasar saham. Ketua bank sentral AS (Federal Reserves/The Fed), Jerome Powell, menegaskan akan all out dalam menurunkan inflasi hingga mencapai target 2%.

Ada konsekuensi dari sikap tersebut, yakni pelemahan ekonomi. Hal tersebut pun disadari oleh Powell tapi kemudian dianggap sebagai konsekuensi dari mredam inflasi.

Sebagai catatan, inflasi di AS mencapai 8,6% dan merupakan yang tertinggi selama empat dekade terakhir.

Langkah Powell juga kemudian diikuti oleh bank sentrla lainnya. Bank sentral Eropa (ECB) pun mulai makin tegas dalam memerangi inflasi yang sudah mengerogoti Benua Biru.

Alasan ketiga adalah inflasi Indonesia yang tembus target. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Jumat (1/7/2022) inflasi Indonesia secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 4,35%, artinya sudah melebihi target yang dicanangkan Bank Indonesia (BI) sebesar 4% pada 2022.

Angka tersebut dipandang investor sebagai pemantik untuk Bank Indonesia meninggalkan era suku bunga rendah, yang mana hal ini jadi sentimen negatif bagi pasar saham Indonesia.

Hal ini bisa membuat risiko dari perlambatan pemulihan ekonomi makin tinggi, termasuk aktivitas manufaktur.

Aktivitas manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global tercatat 50,2. Memang masih berada di zona ekspasif. Namun, trennya terus melemah dan makin mendekati batas kontraksi.

Tingginya inflasi, kendala pasokan, serta kenaikan suku bunga diyakini dapat memperlambat aktivitas manifaktur ndonesai bahkan membuatnya berada di zona kontraksi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular