
Tak Lagi "Kesurupan", Rupiah Kembali Tertekan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) awal pekan kemarin, tetapi hari ini berbalik melemah. Pergerakan rupiah tersebut menunjukkan besarnya ketidakpastian, yang dipicu tingginya inflasi.
Pada perdagangan Selasa (28/6/2022) rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,14% ke Rp 14.820/US$. Depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,17% ke Rp 14.825/US$ pada pukul 9:06 WIB.
Sementara kemarin, rupiah "kesurupan" menguat tajam di awal perdagangan hingga ke bawah Rp 14.800/US$, dan tidak pernah mencicipi pelemahan sebelum berakhir menguat 0,3% di Rp 14.800/US$.
Pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) pagi ini memang menunjukkan akan terjadi pelemahan. Posisinya lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.
Periode | Kurs Senin (27/6) pukul 15:13 WIB | Kurs Selasa (28/6) pukul 8:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.804,0 | Rp14.813,0 |
1 Bulan | Rp14.812,0 | Rp14.826,0 |
2 Bulan | Rp14.828,0 | Rp14.833,0 |
3 Bulan | Rp14.846,0 | Rp14.851,0 |
6 Bulan | Rp14.897,0 | Rp14.902,0 |
9 Bulan | Rp14.962,0 | Rp14.975,0 |
1 Tahun | Rp15.042,0 | Rp15.045,0 |
2 Tahun | Rp15.422,8 | Rp15.425,2 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pasar saat ini masih menimbang-nimbang outlook suku bunga bank sentral AS (The Fed) di tahun ini. The Fed memang sudah menegaskan akan bertindak agresif guna meredam inflasi.
Di bulan ini, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%, dan bulan depan akan dinaikkan lagi 50 -75 basis poin. Di akhir tahun suku bunga diproyeksikan berada di 3,25% - 3,5%.
Namun, data indeks keyakinan konsumen terbaru menunjukkan penurunan yang drastis. Ketika tingkat keyakinan konsumen menurun maka konsumsi kemungkinan akan melambat yang bisa menurunkan inflasi.
Hal ini membuat pasar mulai melihat ada peluang The Fed tidak akan terlalu agresif, yang mempengaruhi pergerakan dolar AS. Indeks dolar AS pada pekan lalu merosot 0,5%, dan berlanjut 0,24% Senin kemarin. Sementara pagi ini naik tipis 0,02%.
Data dari University of Michigan yang dirilis Jumat pekan lalu menunjukkan tingkat keyakinan merosot menjadi 50 di Juni, turun drastis dari bulan sebelumnya 58,4 dan merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.
Sejalan dengan penurunan tingkat keyakinan konsumen tersebut, ekspektasi inflasi juga turun menjadi 5,3% dari sebelumnya 5,4%.
"Sekitar 79% konsumen memperkirakan tahun yang buruk bagi kondisi bisnis, jumlah konsumen itu menjadi yang tertinggi sejak 2009. Inflasi masih terus menjadi kekhawatiran utama, 47% menyalahkan inflasi membuat standar hidup mereka menurun, hanya sedikit di bawah rekor tertinggi saat terjadinya Resesi Besar," kata Joanne Hsu, direktur Survei Konsumen UoM, sebagaimana dilansir CNBC International Jumat (24/6/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
