Ambyar! Ini Penyebab Rupiah Terus Melemah ke Level Terburuk

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
24 June 2022 09:45
G7 Enggan Bayar Gas Rusia Dengan Rubel
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rubel Rusia masih terus menunjukkan tren penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Rubel masih belum lengser dari posisi mata uang terbaik di dunia, dan berada di level terkuat dalam 7 tahun terakhir.

Pada perdagangan Kamis (23/6/2022), rubel diperdagangkan di kisaran RUB 53,5/US$, melansir data Refinitiv. Selasa lalu, nilainya bahkan sempat ke bawah RUB 50/US$ yang merupakan level terkuat sejak Mei 2015.

Sepanjang tahun ini penguatannya lebih dari 36%, mengukuhkan posisinya sebagai mata uang terbaik di dunia, jauh meninggalkan real Brasil di urutan kedua dengan penguatan 7%. Sayangnya tidak begitu dengan Mata Uang Garuda, Rupiah tengah terus melemah ke level terburuk.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, pelemahan mata uang Garuda mungkin tidak akan langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi faktor-faktor yang mendorong pelemahan itu bisa berdampak, seperti aliran modal terhenti atau bahkan sebagian keluar, terjadi pengetatan likuiditas di pasar global.

"Kondisi ini akan mengundang respons kenaikan suku bunga juga di dalam negeri, likuiditas di domestik juga akan ketat, suku bunga kredit naik, investasi dan konsumsi tertahan. Artinya, pertumbuhan ekonomi juga akan tertahan," terang Piter dikutip Rabu (22/6/2022).

Namun, dia menyampaikan perekonomian Indonesia juga sedang beranjak pulih di tengah meredanya pandemi, sehingga akan ada tarik menarik.

"Ada yang mendorong kenaikan pertumbuhan, ada yang menahan. Tapi kenaikan suku bunga itu sifatnya menahan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Sementara itu, kenaikan bunga acuan The Fed baru terasa terhadap pergerakan nilai tukar rupiah beberap hari terakhir, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim memperkirakan perdagangan rupiah hari ini dibuka fluktuatif dan melemah pada rentang Rp 14.750-14.810.

Hal ini disebabkan dengan menguatnya dolar AS pada Kamis (16/6) karena investor disebut sedang mencerna kenaikan suku bunga Fed. Sebelumnya, Ibrahim juga menyampaikan jika ada potensi aliran modal keluar.

"Potensi modal asing keluar pasti ada, karena ketika AS menaikkan suku bunga acuan, maka investor akan tarik dan kembali ke negaranya," kata dia.


(RCI/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Senjata' Putin Sakti! Rubel Bikin Dolar Tak Berdaya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular