Membalik Keadaan, Wall Street Melesat 40 Poin di Pembukaan
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) menghijau pada pembukaan perdagangan Selasa (21/6/2022), di mana investor masih mengevaluasi agresivitas bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan peluang resesi.
Dow Jones lompat 424 poin (+1,4%) di pembukaan dan selang 30 menit kemudian menjadi 518,44 poin (+1,73%) ke 30.407,22. Sementara itu, S&P 500 tumbuh 89,21 poin (+2,43 %) ke 3.764,05 dan Nasdaq melesat 322,6 poin (+2,99%) ke 11.120,95.
Mayoritas indeks saham utama mengalami penurunan selama sepuluh pekan karena kekhawatiran bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga secara agresif untuk menjinakkan inflasi dengan risiko menyebabkan penurunan ekonomi.
Indeks S&P 500 anjlok 5,8% pekan lalu dan menjadi penurunan terbesar sejak Maret 2020 hingga memasuki bear market (zona penurunan). Indeks acuan tersebut kini berada 23% dari rekor tertingginya sejak awal Januari 2022.
Sedangkan, indeks Dow Jones ambles 4,8% pekan lalu hingga berada di bawah level 30.000 untuk pertama kalinya sejak Januari 2021. Indeks berbasis teknologi, Nasdaq juga melemah 4,89% dan berada 33% dari rekor tertingginya.
"Tak ada satupun alasan bagi saham untuk berbalik menguat, dan pandangan berlebihan yang menafikan kenaikan yang ada dianggap sebagai kritik belaka, sesuatu yang seharusnya menghilang seperti upaya reli lainnya akhir-akhir ini," tutur peneliti Vital Knowledge Adam Crisafulli seperti dikutip CNBC International.
Harga minyak mentah jenis Brent kini kembali menguat dan hanya terpaut US$ 10 dari posisi tertingginya hingga Presiden AS Joe Biden bersiap mengunjungi Arab Saudi. Harga minyak mentah acuan AS tersebut naik 1,4% ke US$ 115,75 per barel sementara West Texas Intermediate (WTI) melompat 2,2% menjadi US$ 110,41/barel.
Mayoritas saham teknologi menguat lebih dari 1%, di antaranya Apple, Amazon, Alphabet (induk usaha Google) dan Meta (induk usaha Facebook). Sementara itu, saham Kellogg melompat lebih dari 5% setelah perseroan mengumumkan rencana memecah perusahaannya menjadi tiga entitas terpisah.
Adapun imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-terus menguat jelang pidato Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell pada 22-23 Juni. Sementara itu, investor akan mengamati data penjualan rumah yang dijadwalkan akan dirilis hari ini.
Meski beberapa waktu lalu rilis data ekonomi AS menunjukkan penurunan pada keyakinan konsumen, penjualan ritel yang menurun, dan pasar perumahan yang melemah telah memicu kekhawatiran akan resesi karena Fed memerangi inflasi tertinggi sejak 41 tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)