
Harga CPO Sepekan Anjlok Gara-gara Kebijakan Luhut yang Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ambrol pada pekan ini, bahkan hingga menyentuh level terlemah dalam dua bulan terakhir. Indonesia menjadi penyebab kemerosotan tersebut.
Melansir data Refinitiv, harga CPO di bursa derivatif Malaysia kembali terkoreksi 7,87% pada pekan ini ke 5.454 ringgit per ton. Kemerosotan tersebut telah terjadi dalam dua perdagangan terakhir. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor Indonesia dan ekspektasi peningkatan output.
Pada Jumat (17/6/2022) CPO ambrol 0,35% menyusul jeblok 3,25% di hari sebelumnya. Harga CPO telah turun selama hampir 3 hari beruntun. Di sepanjang pekan ini, harga CPO ambles 7,87% dan drop 13,48% secara bulanan. Padahal sebelumnya CPO merupakan salah satu komoditas penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.
Minyak sawit berjangka Malaysia di Bursa Malaysia Exchange ditutup anjlok 1,78% ke MYR 5.474/ton (US$ 1.244/ton) dan menjadi posisi terendah sejak 16 Februari 2022.
Lantas, apa penyebab tren penurunan tersebut?
Seperti diketahui, pada Jumat (10/6/2022) pekan lalu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan bahwa pemerintah akan memberlakukan program percepatan penyaluran ekspor atau dikenal sebagai "flush out".
"Flush out" yang akan diterapkan Indonesia menjadi pemicu turunnya harga CPO. Dalam kebijakan flush out atau program percepatan penyaluran ekspor pemerintah akan memberikan kesempatan kepada eksportir CPO yang tidak tergabung dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dapat melakukan ekspor.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan ada biaya tambahan yang dikenakan bagi eksportir sebesar US$ 200 per ton.
Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat kegiatan ekspor CPO untuk membantu pabrik-pabrik mengosongkan tangki penyimpanan yang telah penuh karena larangan ekspor di bulan Mei lalu. Dengan begitu, produsen CPO akan mulai mengekspor CPO lebih banyak dan suplai pun berpotensi meningkat.
Namun, dari sisi permintaan, China yang merupakan konsumen terbesar minyak nabati kembali menerapkan lockdown di beberapa kota di Shanghai yang berpotensi menurunkan permintaan CPO. China memiliki kebijakan zero Covid-19, begitu terjadi kenaikan kasus di suatu wilayah maka akan langsung di-lockdown.
Belum lagi melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi China yang dipangkas cukup tajam.
Bank Dunia dalam laporannyaGlobal Economic Prospects memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 2,9%. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah ketimbang yang diberikan pada Januari lalu sebesar 4,1%. Untuk China, proyeksi PDB 2022 dipangkas sebesar 0,8% menjadi 4,3%.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat ekspor CPO dan produk turunannya merosot drastis ke sejumlah negara. Bulan lalu, Indonesia bahkan tidak melakukan pengiriman komoditas tersebut ke India padahal India adalah pasar terbesar bagi CPO Indonesia.
Ekspor ke Pakistan juga turun 90,2% (mtm) sementara ke Amerika Serikat amblas 68,6% dan ke Malaysia anjlok 90,9%.
Selain itu, India yang merupakan importir terbesar minyak sawit juga menurunkan impor CPO-nya dan menambah nilai impor minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari. Kedua minyak tersebut merupakan minyak alternatif pengganti CPO.
India telah menaikkan impor minyak kedelai sebanyak 37% menjadi 373.043 ton dan menambah impor minyak bunga matahari lebih dari dua kali lipat ke 118.482 ton. Maka dari itu, ketika CPO Indonesia mulai membanjiri pasar nabati, tapi demand terhadap CPO berkurang. Sehingga, harga CPO pun menjadi turun.
Bahkan, beberapa jam setelah pemerintah Indonesia mengumumkan program flush out, harga CPO langsung ambles hingga 4,67% pada Jumat (10/6/2022), sejak saat itu harga CPO masih menunjukkan tren bearish hingga di perdagangan hari ini, walaupun sempat naik tipis pada Selasa (14/6/2022).
Analis CGS CIMB Ivy Ng Lee Fang memproyeksikan bahwa harga CPO cenderung turun pada paruh kedua tahun ini atau semester II-2022 karena potensi pasokan minyak nabati yang meningkat pada akhir Juni.
Dia menilai bahwa harga CPO dapat diperdagangkan di kisaran MYR 5.500- 6.500/ton pada Juni karena pasokan akan meningkat 5,1% secara bulanan menjadi 1,6 juta ton. Sedangkan perkiraan untuk tahun 2022 dan 2023 masing-masing berada di MYR 5.600/ton dan MYR 3.800/ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Bos Sawit, "Flush Out" Bikin Harga CPO Jeblok 8% Lebih!
