"Sihir" Merajalela, Wall Street Coba Menguat di Pembukaan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Jumat, 17/06/2022 21:08 WIB
Foto: Bursa Tokyo (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) menghijau pada pembukaan perdagangan Jumat (17/6/2022), di tengah upaya kebangkitan setelah koreksi brutal merespons agresivitas kenaikan suku bunga acuan.

Dow Jones menguat 160 poin (+0,55%) di pembukaan dan selang 30 menit kemudian surut menjadi 80,69 poin (+0,27%) ke 30.007,76. Sementara itu, S&P 500 tumbuh 19,36 poin (+0,53 %) ke 3.686,13 dan Nasdaq bertambah 125,67 poin (+1,18%) ke 10.771,77.

Saham Intel dan Cisco naik lebih dari 1% sehingga Dow Jones sedikit tertopang, sementara saham Tesla dan Netflix melesat masing-masing sebesar 3% dan 2%. Saham Apple, Alphabet (induk usaha Google), dan Microsoft menguat 1%.


Volatilitas pasar bisa meninggi pada Jumat akibat fenomena yang dijuluki "sihir merajalela" (quadruple witching) di mana kontrak berjangka (futures) indeks dan saham AS serta kontrak opsi saham maupun indeks mengalami jatuh tempo.

Imbasnya, volume perdagangan meningkat karena trader harus menutup posisi mereka sesuai kesepakatan di kontrak masing-masing, sehingga aksi-jual tak dipengaruhi faktor fundamental atau teknikal, melainkan karena kebutuhan posisi (jual atau beli) sesuai perjanjian di kontrak futures dan opsi.

Hingga pada perdagangan Kamis (16/6), indeks S&P 500 ambles 6% secara mingguan dan menjadi pekan terburuk sejak Maret 2020. Sebanyak 15% dari 11 sektor berada di bawah level tertingginya baru-baru ini.

Sedangkan, indeks Dow Jones jatuh di bawah level 30.000 untuk pertama kalinya sejak Januari 2021. Di sepanjang pekan ini, sudah anjlok 4,7% dan berada di jalur penurunannya selama sebelas pekan. Nasdaq yang merupakan indeks berbasis teknologi telah terpukul lebih keras dan ambles 6,1% sepanjang pekan ini.

Reli terjadi setelah kemarin investor khawatir atas potensi resesi. Beberapa rilis data ekonomi di bawah ekspektasi mulai dari penjualan ritel per Mei hingga data perumahan baru, sementara bank sentral AS (Federal Reserve/the Fed) menaikkan suku bunga acuan terbesar sejak 1994.

"Pekan ini bisa dibilang brutal... Saya bilang kita sedang mengalami resesi... ini resesi ringan, bukan resesi resmi menurut definisi NBER, pastinya belum, tapi semester pertama ini pertumbuhan ekonomi sudah negatif," tutur profesor Wharton Business School Jeremy Siegel kepada CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Investasi Yang Bisa Dilirik Saat Perang & Suku Bunga Ditahan