Gara-Gara Inflasi AS, IHSG Sesi I Longsor Nyaris 2%!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 June 2022 11:51
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir longsor pada penutupan perdagangan sesi pertama Senin (13/6/2022). Sentimen pelaku pasar tengah memburuk pasca rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang meninggi.

IHSG dibuka anjlok 1,33% di posisi 7.992 dan berakhir melemah 1,99% atau 141,24 poin ke 6.945,4 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik Rp 10,91 triliun dengan melibatkan lebih dari 20 miliar saham.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mengawali perdagangan pekan ini dengan koreksi 1,33% di level 6.992, Selang 15 menit IHSGmenambah koreksi hingga 2,24% ke level 6.927,59.

Alih-alih berbalik arah ke zona hijau, IHSG justru tinggalkan level 7.000-an dan konsisten berada di zona merah hingga penutupan perdagangan sesi I. Level terendah berada di posisi 6.924,95 sekitar pukul 11:00 WIB dan level tertinggi hanya di 6.996,71.

Mayoritas saham melemah yakni sebanyak 496 unit, sedangkan 69 unit lainnya menguat dan 120 sisanya stagnan. Investor asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) senilai Rp 205,24 miliar di pasar reguler.

Dua saham yang mereka buru hari ini yaitu PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 87,8 miliar dan Rp 66,5 miliar. TLKM tercatat naik 0,25% ke Rp 4.030/unit dan BBNI turun 3,31% di Rp 8.025/unit.

Sementara itu, saham yang paling banyak dilepas adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 62,1 miliar dan 53,9 miliar. BBCA tercatat turun 0,34% ke Rp 7.325/unit sedangkan BBRI turun 2,05% ke Rp 4.310/unit.

Tekanan jual yang di hadapi IHSG siang ini dipicu oleh sentimen pelaku pasar sedang memburuk pasca rilis data inflasi Amerika Serikat Jumat lalu (10/6/2022). Hal ini membuat bursa saham global berjatuhan karena kekhawatiran bahwa inflasi ternyata belum mencapai puncaknya.

Data terbaru menunjukkan inflasi dari sisi produsen AS yakni consumer price index (CPI) pada Mei 2022 melesat 8,6%year-on-year(yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.

Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm). Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi.

Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%. Harga minyak mentah yang masih tinggi saat ini, ada kekhawatiran inflasi masih akan terus meninggi.

Data inflasi terbaru membuat pasar yakin bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif. Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1,25-1,5% adalah 76,8%.Bahkan, kenaikan 75 bps ke 1,5%-1,75% juga masuk perhitungan dengan kemungkinan 23,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Focus: Risiko Inflasi RI Hingga THR dari Emiten

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular