Duh! Masih Pagi Rupiah Sudah Tembus ke Atas Rp 14.500/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (9/6/2022), melanjutkan kinerja buruk sepanjang pekan ini. Hingga Rabu kemarin rupiah sudah melemah 3 hari beruntun.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 14.500/US$. Depresiasi rupiah semakin membengkak menjadi 0,28% ke Rp 14.530/US$ pada pukul 9:02 WIB
Tanda-tanda rupiah bakal kembali melemah sudah terlihat sejak pagi tadi, di mana kurs non-deliverable forward (NDF) 1 pekan sudah berada di atas Rp 14.5000/US$, jauh lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.
Periode | Kurs Rabu (8/6) pukul 15:13 WIB | Kurs Kamis (9/6) pukul 8:58 WIB |
1 Pekan | Rp14.483,5 | Rp14.524,5 |
1 Bulan | Rp14.494,0 | Rp14.522,0 |
2 Bulan | Rp14.505,5 | Rp14.550,0 |
3 Bulan | Rp14.519,0 | Rp14.530,0 |
6 Bulan | Rp14.563,2 | Rp14.595,0 |
9 Bulan | Rp14.648,2 | Rp14.685,0 |
1 Tahun | Rp14.742,1 | Rp14.785,0 |
2 Tahun | Rp15.184,2 | Rp15.163,8 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot.
Rupiah masih kesulitan kembali menguat sebab indeks dolar AS mulai menanjak lagi.
Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini naik 0,22% dan berlanjut lagi 0,05% pagi ini.
Ada 2 hal yang dinanti pelaku pasar yang membuat dolar AS perkasa. Pertama data inflasi Amerika Serikat yang akan dirilis Jumat besok. Kedua, pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pekan depan.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Mei diperkirakan tumbuh 0,7% dari bulan sebelumnya (month-to-month/mtm), berdasarkan konsensus di Trading Economics. Kemudian CPI inti diramal tumbuh 0,5% (mtm) melambat dari sebelumnya 0,3% (mtm).
Kemudian secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi diperkirakan tumbuh 8,3% di Mei, sama dengan bulan sebelumnya. Sedangkan inflasi inti tumbuh 5,9% (yoy), melambat dari April sebesar 6,2%.
Rilis data inflasi tersebut akan mempengaruhi ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini. Pada pekan depan, The Fed memang hampir pasti akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, begitu juga pada Juli nanti.
Namun setelahnya, ada peluang kenaikan suku bunga akan dihentikan sementara, tentunya jika inflasi terus menunjukkan penurunan.
Hal tersebut bisa membuat dolar AS mengalami koreksi, tetapi pelaku pasar tentunya juga menanti kepastian rilis data inflasi tersebut. Dolar AS pun masih perkasa, ada antisipasi jika inflasi belum melandai, maka The Fed akan tetap agresif dalam menaikkan suku bunga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)