Dolar AS Terlalu Kuat, Rupiah Lagi-Lagi Tertekan...

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Rabu, 08/06/2022 11:56 WIB
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terkoreksi hingga di pertengahan hari ini, Rabu (8/6/2022).

Dolar AS kembali melanjutkan keperkasaannya karena ditopang oleh prediksi inflasi yang akan tetap tinggi dan proyeksi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan bertindak agresif.

Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan terkoreksi tipis ke Rp 14.455/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya lebih dalam menjadi 0,15% ke Rp 14.475/US$ hingga pukul 11:00 WIB.


Sementara itu, pada pukul 11:00 WIB, si greenback terpantau menguat 0,24% ke level 102,559 terhadap 6 mata uang dunia lainnya. Di sepanjang pekan ini, dolar AS telah menguat sebanyak 0,42%. Wajar saja, jika rupiah pun tertekan karena keperkasaan dolar AS.

Investor global masih menantikan rilis data inflasi AS yang dijadwalkan akan dirilis pada akhir pekan ini. Namun, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperkirakan bahwa inflasi AS akan tetap tinggi dan pemerintah kemungkinan akan meningkatkan perkiraan inflasi ke 4,7% tahun ini.

Partai Republik AS menyatakan inflasi didorong oleh undang-undang pengeluaran Covid-19 yang mengatur Rencana Penyelamatan Amerika (ARP) senilai US$ 1,9 triliun tahun lalu. Tetapi pernyataan tersebut dibantah oleh Yellen.

"Kami melihat inflasi yang tinggi di hampir semua negara maju di seluruh dunia. Dan mereka memiliki kebijakan fiskal yang sangat berbeda. Jadi tidak mungkin sebagian besar inflasi yang kita alami mencerminkan dampak ARP," tambahnya yang dikutip dari Reuters.

Yellen mengulangi pandangannya bahwa inflasi didorong oleh energi tinggi dan harga pangan yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina, pergeseran pembelian barang selama pandemi, dan oleh varian COVID-19 baru dan gangguan rantai pasokan yang terus-menerus.

Prediksi terhadap inflasi yang akan tetap tinggi, tentunya meningkatkan proyeksi bahwa The Fed akan bertindak agresif lagi, sehingga ikut menopang penguatan dolar AS.

Sementara itu, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah merilis posisi cadangan devisa Indonesia bulan Mei 2022 senilai US$ 135,6 miliar yang sedikit lebih rendah ketimbang pada bulan April 2022 sebesar US$ 135,7 miliar.

"Perkembangan posisi cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan devisa minyak dan gas (migas), pajak, dan jasa, serta kebutuhan pembayaran utang luar negeri," tulis BI pada rilisnya.

Hal tersebut mungkin saja karena pemerintah Indonesia sempat melarang ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya pada periode 28 April hingga 23 Mei 2022.

Jika mengacu pada data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, penerimaan Bea Keluar (BK) pada Mei 2022 tercatat Rp 1,25 triliun, atau turun 78% dibandingkan perolehan di April 2022.

Penerimaan BK tersebut adalah yang terendah dalam tahun ini. Penerimaan BK di bulan Mei bahkan tidak sampai setengah dari yang dikumpulkan pemerintah di bulan April.

Anjloknya penerimaan BK disebabkan merosotnya sumbangan CPO dan produk turunannya. Perolehan bea keluar dari CPO dan produk turunnya pada Mei hanya mencapai Rp 637,7 miliar atau merosot 78% dibandingkan April 2022.

Secara nominal, pos ini berkurang hingga Rp 2,27 triliun. Padahal, sepanjang tahun ini, rata-rata penerimaan BK dari CPO dan produk turunannya menembus Rp 2,9 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(aaf/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS