
KPK Tetapkan Pejabat Summarecon Tersangka Suap Izin Apartemen

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Yogyakarta periode 2012-2016 dan 2017-2022 Haryadi Suyuti sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta. Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan salah satu petinggi PT Summarecon Agung Tbk., yaitu Oon Nusihono yang menjabat VP Real Estate sebagai tersangka.
Dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (3/6/2022), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan penjelasan terkait kasus yang dimulai dari kegiatan tangkap tangan yang digelar kemarin. Tim KPK mengamankan 10 orang dalam kegiatan tersebut.
Perinciannya adalah sebagai berikut.
a. Wali Kota Yogyakarta periode 2012-2016 dan 2017-2022 Haryadi Suyuti
b. Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana
c. Kepala Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta Hari Setyowacono
d. Sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi bernama Triyanto Budi Yuwono
e. Staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta Nurvita Herawati
f. Staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta Moh Nur Faiq
g. Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk. Oon Nusihono
h. Manajer Perizinan PT Summarecon Agung Tbk. Dwi Dodik
i. Head Of Finance PT Summarecon Agung Tbk. Amita Kusumawaty
j. Direktur PT Guyup Sengini Sentanu Wahyudi
Alexander lantas memaparkan kronologis kegiatan tangkap tangan tersebut. Menurut dia, semua berawal dari laporan masyarakat terkait adanya dugaan penerimaan sejumlah uang untuk Hariyadi melalui Triyanto yang diberikan oleh Summarecon Agung.
"Tim KPK bergegas dan bergerak untuk mengamankan pihak-pihak dimaksud," ujar Alexander.
Pada Kamis (2/6/2022), dia yang terbagi dua langsung menuju ke lapangan dan mengamankan beberapa pihak yang diduga telah melakukan pemberian dan penerimaan sejumlah uang. Di mana pemberian uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang asing tersebut dilakukan
di Rumah Dinas Jabatan Wali Kota Yogyakarta, diterima langsung oleh Triyanto sebagai orang kepercayaan Haryadi yang diberikan oleh Oon.
Adapun beberapa pihak termasuk bukti sejumlah uang yang diamankan di wilayah kota Yogyakarta di antaranya Haryadi, Nurwidhihartana, Hari, Triyanto dan Oon. Sedangkan di wilayah Jakarta, diamankan beberapa staf dari Summarecon Agung.
Kemudian pihak-pihak yang diamankan tersebut, dibawa ke Gedung Merah putih KPK di Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar US$ 27.258 ribu yang dikemas dalam tas goodiebag," ujar Alexander.
Dia melanjutkan, berdasarkan pengumpulan berbagai informasi dan data yang sebelumnya telah dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK melanjutkan ke tahap penyelidikan dan kemudian menemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka sebagai berikut:
a. Pemberi:
Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk. Oon Nusihono
b. Penerima:
Wali Kota Yogyakarta periode 2012-2016 dan 2017-2022 Haryadi Suyuti
Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana
Sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi bernama Triyanto Budi Yuwono
Perihal pengumuman KPK, CNBC Indonesia sudah mengonfirmasi Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk. Adrianto Pitoyo Adhi. Namun, hingga saat ini belum ada respons yang diberikan
Konstruksi perkara
Menurut Alexander, pada tahun 2019, Oon melalui Dandan Jaya K selaku Direktur Utama PT Java Orient Property (anak usaha Summarecon Agung) mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat selaku wali kota periode 2017-2022.
"Diduga ada kesepakatan antara Oon dan Haryadi antara lain Haryadi berkomitmen akan selalu "mengawal" permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," ujar Alexander.
Padahal, menurut dia, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi diantaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan. Haryadi yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
"Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp50 juta dari Oon untuk Haryadi melalui Triyanto dan juga Nurwidhihartana," kata Alexander.
Pada tahun 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit dan pada Kamis (2/6/2022), Oon datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar US$ 27.258 (Rp 393,56 juta) yang dikemas dalam tas goodiebag melalui Triyanto dan Nurwidhihartana.
"Selain penerimaan tersebut, Haryadi juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik," ujar Alexander.
Lebih lanjut, dia mengatakan para tersangka tersebut disangkakan:
a. Sebagai pemberi:
Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
b. Sebagai penerima:
Haryadi, Nurwhidhihartana, Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Agar proses penyidikan dapat efektif, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama dimulai sejak tanggal 3 Juni 2022 sampai dengan 22 Juni 2022," kata Alexander.
Perinciannya sebagai berikut:
a. Haryadi ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih
b. Nurwhidhihartana ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat
c. Triyanto ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur
d. Oon ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KPK Umumkan 5 Tersangka Kasus LPEI, Negara Berpotensi Rugi Rp11,7 T