
Investor Masih Memburu SBN, Harganya Kembali Menguat

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Selasa (31/5/2022), meski pelaku pasar pada hari ini cenderung optimis.
Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN tenor pendek yakni 1 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan harganya yang melemah.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun naik 3,2 basis poin (bp) ke level 3,989% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menurun 1,8 bp ke level 7,047%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah (US Treasury) mulai kembali mengalami kenaikan pada pagi hari ini waktu setempat, di tengah sikap investor yang masih mempertimbangkan kenaikan inflasi di dunia dan adanya kemungkinan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun yang menjadi acuan obligasi pemerintah AS cenderung naik 6,4 bp ke level 2,813%.
Di Eropa, data inflasi yang dirilis pada hari ini menunjukkan kenaikan, dengan inflasi mencapai 8,1% pada bulan Mei. Harga minyak naik kembali melonjak pada hari ini, menambah kekhawatiran inflasi yang kuat dan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Namun di AS, kondisi justru sebaliknya, di mana indeks belanja konsumsi perorangan (personal consumption expenditure/PCE) tumbuh 4,9% per April, atau melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 5,2%.
Indeks PCE menjadi acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menentukan langkah moneter mereka selanjutnya. Jika inflasi terkendali, maka langkah agresif penaikan suku bunga AS bisa dihindari.
Hal ini membuat pelaku pasar di AS kembali optimis setelah sepanjang bulan Mei ini dilanda kecemasan akibat potensi semakin agresifnya The Fed untuk menaikan suku bunga acuan.
Ekspektasi tersebut dinilai membuat pasar saham di AS menguat pada akhir Mei, dan berpeluang mengerem fenomena aksi jual pada Mei dan koreksi berkelanjutan selepas itu (Sell in May and Go Away).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi