
Rupiah 'Kumat'! Melemah Lagi Setelah Menguat 4 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa (31/5/2022) setelah mencatat penguatan 4 hari beruntun. Saat pembukaan, rupiah sebenarnya kembali menguat tetapi tipis saja. Rupiah kini hampir pasti akan mencatat pelemahan di bulan Mei akibat kinerja buruknya dua pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,05% ke Rp 14.550/US$. Tidak lama rupiah berbalik melemah. Pada pukul 9:07 WIB, rupiah berada di Rp 14.580/US$ atau melemah 0,16%.
Indeks dolar AS yang terus terpuruk dalam dua pekan terakhir membuat rupiah mampu mencatat penguatan beruntun, selain juga ada faktor normalisasi lukuiditas yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM).
Kemarin, indeks dolar AS sempat kembali turun sebelum berakhir stagnan. Pergerakan yang sama terjadi pagi ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun sebelum perlahan mulai bangkit kembali.
Sebelumnya, bank sentral AS (The Fed) yang kemungkinan tidak akan sangat agresif menaikkan suku bunga di tahun ini membuat dolar AS terus tertekan. Hal itu terungkap dari rilis notula rapat kebijakan moneter edisi Mei pada Kamis pekan lalu.
Presiden The Fed wilayah Atalanta, Raphael Bostic pada pekan lalu bahkan mengatakan ia lebih suka The Fed menghentikan sementara kenaikan suku bunga di bulan September untuk melihat dan menilai dampak kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan terhadap inflasi dan ekonomi.
Namun, seperti biasa ada beberapa pejabat yang ingin The Fed lebih agresif lagi hingga inflasi benar-benar menunjukkan penurunan. Gubernur The Fed, Christopher Waller Senin kemarin mengatakan The Fed seharusnya lebih agresif lagi dalam menaikkan suku bunga, ia memilih untuk menaikkan sebesar 50 basis poin di setiap rapat kebijakan moneter.
"Saya mendukung kenaikan 50 basis poin di setiap rapat kebijakan moneter sampai kami melihat penurunan inflasi secara substansial. Sampai kita mencapai itu, saya tidak melihat titik di mana kita harus berhenti menaikkan suku bunga," kata Waller saat berbicara di Institute for Monetary and Financial Stability di Frankfurt Jerman, sebagaimana dilansir Reuters Senin (30/5/2022).
Waller mengatakan, ia optimistis pasar tenaga kerja mampu menahan kenaikan suku bunga, dan tidak akan ada kenaikan tingkat pengangguran yang signifikan.
Selain Waller, Presiden The Fed wilayah St. Louis James Bullard sudah lebih dulu mendukung kenaikan suku bunga yang lebih agresif. Bullard ingin agar suku bunga The Fed mencapai 3,5% di akhir tahun ini, artinya kenaikan 50 basis poin di sisa 5 pertemuan lagi di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
