Rupiah Galak! Kurs Dolar Singapura Nyaris ke Bawah Rp 10.600

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 May 2022 14:40
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura turun melawan rupiah pada perdagangan Senin (30/5/2022). Rupiah sedang kuat-kuatnya sejak Bank Indonesia (BI) memutuskan mempercepat dan menambah kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) pada pekan lalu.

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi tadi merosot 0,4% ke Rp 10.603/SG$ di pasar spot. Awal pekan lalu, mata uang Negeri Merlion ini sempat mendekati Rp 10.700/SG$ sebelum berbalik turun setelah pengumuman kebijakan moneter BI.

Pada Selasa (24/5/2022) BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), dan sesuai ekspektasi, suku bunga acuan masih di tahan.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada23-24April 2022memutuskan untuk mempertahankan BI7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers secara virtual.

BI tidak mengambil langkah menaikkan suku bunga seperti bank sentral lainnya di berbagai negara, bahkan dengan sangat agresif guna meredam 'tsunami' inflasi. Di Indonesia sendiri inflasi sudah mulai menanjak, tetapi masih dalam rentang target bank sentral.

Meski demikian, BI juga mengambil langkah-langkah guna menjaga stabilitas rupiah, yakni mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan GWM secara bertahap.

Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%

Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.

BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.

Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.

Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun, tetapi tidak menurunkan kemampuan perbankan menyalurkan kredit, sehingga momentum pertumbuhan ekonomi masih terjaga.

"Secara keseluruhan ini memang dengan kenaikan GWM ini akan mengurangi likuiditas di perbankan sekitar Rp 110 triliun, namun rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi sekira 28% sampai akhir tahun ini, masih jauh di atas rasio sebelum pandemi Covid yang sebesar 21%," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (24/5/2022).

Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil. Rupiah yang mulai kembali menguat menjadi sinyal kebijakan BI bisa direspon positif oleh pasar.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular