Nasib Miris Sritex! Dulu Eks LQ45, Sekarang Calon Delisting
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) tepat disuspensi selama 12 bulan pada 18 Mei 2022. Jika saham SRIL disuspensi selama 24 bulan maka akan didepak dari bursa (delisting).
Mengacu pada Peraturan Bursa No : I-I tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali menyebutkan ketentuan ini tidak mutlak berlaku 24 bulan.
BEI masih memberikan kesempatan bagi emiten yang akan delisting untuk melakukan perbaikan usaha serta menunjukkan going concern perusahaan.
SRIL sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan 59% sahamnya dikuasai oleh PT Huddleston Indonesia.
Suspensi perdagangan saham SRIL bermula ketika perusahaan mengalami gagal bayar atas utang-utang jangka pendeknya.
Bengkaknya utang SRIL dapat dilihat dari laporan keuangannya pada 2020. Per Desember 2020, utang bank jangka pendek SRIL tercatat mencapai US$ 277,5 juta padahal di tahun sebelumnya masih US$ 67,6 juta.
Sementara itu SRIL juga memiliki surat utang jangka menengah atau Medium Term Note (MTN) senilai US$ 25 juta. Sedangkan utang bank jangka panjang yang jatuh tempo satu tahun senilai US$ 6,2 juta.
Jika ditotal, kewajiban SRIL yang memiliki beban bunga mencapai US$ 308,7 juta. Beban keuangan SRIL mencapai US$ 75,5 juta. Sedangkan kas dan setara kas perseroan hanya mencapai US$ 187,6 juta.
Dengan gagal bayarnya utang jangka pendek tersebut SRIL harus menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Tak tanggung-tanggung proses PKPU yang dihadapi ada tiga di jurisdiksi yang berbeda-beda mulai dari Indonesia, Singapura, hingga Amerika Serikat (AS).
Adanya proses PKPU tersebut juga membuat SRIL tak membayar pokok dan bunga utang atas MTN yang dimiliki senilai US$ 25 juta.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino disebutkan bahwa tak dibayarkannya MTN ini merupakan dampak dari PKPU yang saat ini dijalankan perusahaan.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa perusahaan tidak boleh melakukan pembayaran utang, termasuk MTN yang jatuh tempo pada 18 Mei 2021, kecuali perusahaan melakukan pembayaran utang atas semua utangnya kepada kreditor.
BEI merespons adanya PKPU tersebut, berdasarkan surat yang dikeluarkan bursa dengan nomor Peng-SPT-00006/BEI.PP3/05-2021 dan ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy.
"Dalam rangka menjaga perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien maka BEI memutuskan untuk melakukan penghentian sementara Perdagangan Efek (Saham) PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) di Seluruh Pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 18 Mei 2021, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut," tulis surat tersebut, Selasa (18/5/2021).
"Bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perseroan."
Itulah tadi kisah bagaimana SRIL yang dulu sempat menjadi salah satu konstituen indeks prestisius LQ45 itu bisa sampai disuspensi selama satu tahun hingga terancam delisting.
Terakhir, jika mengacu pada laporan keuangan perseroan per September 2021, SRIL tercatat memiliki utang bank jangka pendek senilai US$ 601,9 juta.
Sementara utang bank jangka panjang yang jatuh tempo dalam setahun mencapai US$ 382,4 juta. Kemudian ada juga MTN senilai US$ 25 juta dan terakhir adalah utang obligasi senilai US$ 360,6 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)