
To the Moon! Harga Batu Bara Kembali Tembus US$ 400/Ton

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara belum juga turun bahkan harganya melesat dan kembali menembus level US$ 400/ton. Pada perdagangan Rabu (18/5/2022), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak Juni ditutup di level US$ 407/ton. Menguat 1,8% dibandingkan penutupan pada hari sebelumnya.
Kenaikan harga kemarin juga membawa batu bara kembali menembus level US$ 400/ton untuk kali pertama sejak 9 Maret 2022, atau lebih dari dua bulan lalu. Sebagai catatan, perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari membuat harga batu bara melonjak dari harga di kisaran US$ 250/ton menjadi di kisaran US$ 400/ton.
Namun, level harga di kisaran US$ 400/ton hanya berlangsung hanya sepekan yakni 2-9 Maret 2022, kecuali pada 3 Maret 2022. Harga batu bara kemudian kembali melemah dan bergerak di bawah US$ 300/ton.
Dalam tiga hari terakhir, harga batu bara sudah melesat 12,5%. Secara keseluruhan, dalam sepekan, harga batu bara menguat 10,7% secara point to point.
Kembali melesatnya harga batu bara dipicu oleh masih tingginya permintaan sehingga pasokan dikhawatirkan kembali ketat. Permintaan dari India, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa diperkirakan masih meningkat karena mereka tengah bergerak cepat untuk mengamankan pasokan.
Dilansir dari S&P Global, permintaan dari India diperkirakan masih akan tinggi minggu ini. Permintaan ini akan membuat harga batu bara melesat, terutama batu bara Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu pemasok utama.
"Pasar kini mencermati apakah pembeli dari India akan terus melanjutkan pembelian dengan harga yang lebih tinggi dari sekarang. Mereka juga menunggu pembeli China yang absen dalam beberapa waktu terakhir karena pembeli China bisa membuat harga berubah jauh," tutur S&P dalam S&P Global Commodity Insights' Market Movers Asia.
Sementara itu, perusahaan dan utilitas Jepang tengah mempercepat pengiriman dan kontrak dengan Australia untuk mengamankan pasokan. Australia menjadi pilihan utama karena batu bara yang dihasilkan dari negara tersebut masuk dalam kualitas tinggi yang dibutuhkan. Batu bara dari Vietnam dan Indonesia dianggap kurang memenuhi syarat tersebut.
Dari Eropa dilaporkan, Komisi Uni Eropa sepakat untuk menghilangkan ketergantungan suplai energi dari Rusia. Uni Eropa akan menambah investasi sebesar 210 miliar euro atau US$ 221 miliar selama lima tahun untuk mengurangi ketergantungan energi fosil dari Rusia dan beralih ke energi hijau.
Namun, Uni Eropa mengakui sulit bagi mereka untuk benar-benar menghilangkan sumber energi fosil untuk pembangkit mereka dalam jangka pendek. Untuk menutupi hilangnya pasokan energi dari Rusia, termasuk gas, mereka akan meningkatkan kapasitas pembangkit batu bara mereka. Mengilangkan ketergantungan energi dari Rusia juga berarti Uni Eropa akan menggunakan pembangkit batu bara lebih lama dari pada yang direncanakan semula.
"Untuk mengatasi krisis dalam jangka pendek, artinya kami harus mencari 44-56 juta ton batu bara yang diimpor dari negara lain. Dalam jangka panjang, penggunaan batu bara diharapkan sudah semakin berkurang, di sebagian besar negara mungkin akan hilang di akhir 2030," tulis Komisi Uni Eropa dalam Communication REPowerEU Plan COM(2022)230.
Menurut Komisi Uni Eropa, embargo ke Rusia telah melambungkan harga batu bara hingga 15% menjadi EUR 325/ton. Gas alam masih menjadi sumber utama listrik untuk kebutuhan rumah tangga di Uni Eropa dengan total pemakaian 42% disusul kemudian dengan minyak (14%) dan batu bara (3%).
Dilansir dari Financial Times, dengan menghilangkan ketergantungan energi dari Rusia pada 2027 maka Uni Eropa diperkirakan akan menggunakan pembangkit listrik bat bara 5% lebih banyak dalam 10 tahun ke depan. Tingginya permintaan membuat FocusEconomics merevisi ke atas proyeksi harga batu bara di tahun ini. Rata-rata harga batu bara akan berada di kisaran US$ 225/ton, lebih tinggi 5,2% dari proyeksi awal.
Untuk mengantisipasi kenaikan permintaan, sejumlah produsen batu bara Indonesia dilaporkan tengah mengajukan kenaikan produksi. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai bahwa kenaikan harga batu bara membuat sejumlah perusahaan besar berencana untuk merevisi RKAB. Namun demikian, ia tak mempunyai data secara rinci.
"Saat ini kita belum ada rencana untuk pengajuan revisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya). Kita coba penuhi dulu komitmen yang sudah ada termasuk untuk kebutuhan dalam negeri," kata Hendra kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/5/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kembali Injak Bumi, Harga Batu Bara Turun 0,6%