
Harga SBN Kembali Beragam, Saat Yield Treasury Naik Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa (17/5/2022), di tengah sikap investor yang menanti rilis data ekonomi terbaru dan mereka juga masih mengamati petunjuk dari bank sentral global terkait kebijakan moneter kedepannya.
Sikap investor di pasar SBN pada hari ini kembali cenderung beragam, di mana SBN tenor 1, 3, 5, dan 25 tahun ramai diburu oleh investor ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) dan menguatnya harga.
Sedangkan di SBN tenor 10, 20, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, dari SBN yang mengalami penurunan yield, SBN tenor 3 tahun menjadi yang paling besar penurunannya hari ini, yakni melemah 11,7 basis poin (bp) ke level 5,016%.
Sedangkan dari SBN yang mengalami kenaikan yield, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara menjadi yang paling besar kenaikannya, yakni menguat 1,4 bp ke level 7,391%.
Sementara untuk yield SBN tenor 15 tahun kembali stagnan di level 7,348% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melaporkan nilai ekspor Indonesia pada April 2022 melampaui US$ 27 miliar naik 47,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Nilai tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa.
Salah satu pendorong utama lonjakan ekspor adalah pertambangan yang mencapai US$ 6,41 miliar atau tumbuh 182,48% (yoy) dan 18,58% secara bulanan (month-to-month/mtm). Batu bara adalah penyumbang terbesar.
"Kenaikan harga batu bara karena kenaikan harga," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Selasa (17/5/2022).
Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada bulan lalu sebesar US$ 19,76 miliar, tumbuh 21,97% (yoy). Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 7,56 miliar. Ini membuat neraca perdagangan mengalami surplus selama 24 bulan beruntun.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung menguat pada perdagangan hari ini, di tengah sikap investor yang menanti rilis data ekonomi terbaru dan mereka juga masih mengamati petunjuk dari bank sentral global terkait kebijakan moneter kedepannya.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun menguat 4,3 bp ke level 2,922%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu di level 2,879%.
Kenaikan yield Treasury tenor 10 tahun terjadi setelah mantan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Ben Bernanke mengatakan The Fed telah membuat kesalahan dalam menunggu untuk mengatasi masalah inflasi yang telah berubah menjadi episode terburuk dalam sejarah keuangan AS sejak awal 1980-an.
Bernanke mengatakan bahwa dia mengerti mengapa The Fed yang dipimpin Jerome Powell telah menunda respons inflasinya, tetapi ini adalah kesalahan.
Bernanke membimbing The Fed melalui krisis keuangan yang meledak pada tahun 2008 dan memimpin ekspansi kebijakan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pelaku pasar pada hari ini kemungkinan akan memantau pidato The Fed, utamanya pidato Ketua The Fed, Jerome Powell yang dijadwalkan untuk berbicara di The Wall Street Journal's Future of Everything Festival sekitar pukul 14:00 waktu AS.
Di lain sisi, penjualan ritel AS periode April 2022 akan dirilis pada pukul 08:30 pagi waktu AS atau pukul 19:30 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi