
Melemah, Rupiah Tak Berdaya Melawan Dolar AS Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tidak berdaya menghadapi dolar Amerika Serikat (AS) selama pekan ini. Sepanjang minggu ini rupiah tidak pernah menguat melawan dolar Paman Sam.
Menurut data Refinitiv, di penutupan perdagangan Jumat (13/5), rupiah turun 0,10%, berada di Rp 14.610/US$ di pasar spot. Dalam sepekan, mata uang Garuda melemah 0,79%.
Capital outflow yang terjadi dari dalam negeri membuat rupiah tertekan. Sepanjang perdagangan jelang akhir pekan ini, investor asing tercatat melakukan penjualan saham sebesar Rp 9,11 triliun. Pada pasar reguler, penjualan bersih yang dilakukan investor asing mencapai Rp 8,41 triliun.
Aliran dana asing yang keluar bahkan lebih deras lagi di pasar obligasi sekunder. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan dalam 3 hari perdagangan saja pada 9 - 11 Mei, duit yang terbang dari pasar obligasi sudah lebih dari 10 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut menyusul Rp 20 triliun yang terjadi sepanjang bulan April.
![]() Kinerja Dolar AS vs Rupiah |
Meski demikian, pelemahan rupiah di pekan ini dikatakan layak diapresiasi, sebab tidak terlalu besar.
"Rupiah harus diapresiasi, biasanya risk off global itu membuat rupiah kita sangat tertekan tapi kali ini tidak separah itu," ungkap Heriyanto Irawan, Ekonom Verdhana Sekuritas dalam webinar, Jumat (13/5/2022).
Menurut Heriyanto, alasan cukup tangguhnya rupiah adalah investor menilai fundamental ekonomi Indonesia kini bagus. Terlihat dari pemulihan ekonomi yang berlanjut, inflasi terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah dan kebijakan fiskal serta moneter yang kredibel. Investor pun tidak mengangkut dana banyak keluar.
"Investor lokal dan asing cukup apresiasi terhadap Indonesia," imbuhnya.
Di sisi lain, lonjakan harga komoditas membuat ekspor Indonesia meningkat. Maka dari itu pasokan dolar AS di dalam negeri masih cukup. Heriyanto memandang pelemahan nilai tukar bersifat sementara.
"Kami berharap ini seketika karena masalahnya global bukan fundamental," tegas Heriyanto.
Cadev Merosot
Bank Indonesia (BI) pada Jumat (13/5) melaporkan posisi cadangan devisa per akhir Maret sebesar US$ 135,7 miliar, jeblok US$ 3,4 miliar dari bulan sebelumnya.
Posisi cadangan devisa tersebut merupakan yang terendah sejak November 2020 lalu.
Semakin besar cadangan devisa, artinya BI punya lebih banyak "peluru" untuk menstabilkan rupiah. Ketika cadangan devisa turun, maka "peluru" semakin berkurang sehingga memberikan sentimen negatif ke rupiah.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada April 2022 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian," tulis BI dalam keterangan resmi Jumat (13/5/2022).
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan" tambah keterangan tersebut.
Di bulan ini, cadangan devisa tersebut berisiko semakin menurun jika melihat nilai tukar rupiah yang terus tertekan dan capital outflow yang terjadi di pasar obligasi. BI tentunya lebih banyak melakukan intervensi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer