Yield Treasury AS Berbalik Naik, Tapi Yield SBN Ditutup Mixed

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
15 May 2022 14:45
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada perdagangan Jumat (13/5/2022) akhir pekan ini, di tengah menguatnya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Sikap investor di pasar SBN pada Jumat lalu cenderung beragam, di mana SBN tenor 1, 5, 10, dan 20 tahun ramai diburu oleh investor ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.

Sedangkan di SBN tenor 3, 25, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.

Melansir data dari Refinitiv, dari SBN yang mengalami pelemahan yield, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar pelemahannya pada Jumat, yakni melemah 3,8 basis poin (bp) ke level 4,958%.

Sedangkan dari SBN yang mengalami penguatan yield, SBN tenor 30 tahun menjadi yang paling besar penguatannya, yakni menguat 13,6 bp ke level 7,284%.

Sementara untuk yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun 2,2 bp ke level 7,377% pada perdagangan akhir pekan ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung berbalik arah dan menguat pada Jumat, karena investor cenderung menjual kembali obligasi pemerintah dan kembali memburu pasar saham.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun menguat 8,2 bp ke level 2,899%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Kamis kemarin di level 2,817%.

Investor menjual kembali Treasury dan cenderung memburu saham pada Jumat, di mana investor cenderung memanfaatkan momentum harga murah di pasar saham atau buy on dip.

Hal ini dibuktikan dengan pulihnya pasar saham berjangka AS pada awal perdagangan Jumat, meski pelaku pasar masih cenderung berhati-hati, setelah penjualan besar-besaran dalam beberapa hari terakhir.

Rotasi investasi tersebut dilakukan setelah investor tampaknya keluar dari aset berisiko seperti saham dan kripto, kemudian beralih ke pasar obligasi pemerintah untuk mencari tempat yang aman, karena data inflasi yang terus-menerus tinggi telah memicu kekhawatiran akan potensi resesi.

Sebelumnya pada Kamis kemarin, indeks harga produsen (producer price index/PPI) pada April, yang menunjukkan harga barang di tingkat grosir AS, melonjak 11% secara tahunan. Angka itu memang lebih rendah dari posisi Maret, tetapi lebih buruk dari ekspektasi pelaku pasar.

Hal ini kembali memicu kekhawatiran bahwa inflasi tinggi belum akan berakhir. Data inflasi pada Rabu lalu dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) April berada di 8,3%, yang lebih buruk dari ekspektasi dan masih berada di dekat rekor tertingginya sejak 40 tahun di 8,5%.

Inflasi yang tinggi di AS memang menimbulkan kekhawatiran bahwa ekonomi akan kembali jatuh ke dalam jurang resesi. Beberapa leading indicator seperti pembalikan kurva imbal hasil surat utang pemerintah AS (US Treasury) semakin membuat pasar panik.

Inflasi yang masih panas di AS juga membuat investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berada di jalur agresifnya untuk kembali menaikkan suku bunga acuan di pertemuan selanjutnya.

Ketua The Fed, Jerome Powell telah memberikan pernyataan bahwa dia tidak dapat menjamin dapat secara lembut untuk meredam inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular