Tinggalkan Level 6.700, IHSG Sesi Pertama Ditutup Ambles 2%

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Kamis, 12/05/2022 12:03 WIB
Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir merah pada penutupan perdagangan sesi pertama Kamis (12/5/2022) mengikuti sentimen negatif dari Amerika Serikat (AS) yang mengumumkan inflasi tinggi.

IHSG Membuka perdagangan di 6.802,32 dan berakhir melemah 0,12% atau 144,68 poin ke 6.671,51 pada pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 9,57 triliun dengan melibatkan lebih dari 14 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 883 juta kali.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Pada pukul 10:15 IHSG ambles 2,01% dan keluar dari level psikologis 6.700 di angka 6.680,87. Level tertinggi hariannya di angka 6.802,32 sedangkan level terendah hariannya tercatat 6.664,32 menjelang penutupan sesi pertama.


Mayoritas saham melemah yakni sebanyak 389 unit, sedangkan 149 unit lainnya melemah dan 134 sisanya flat. Di sisi lain, investor asing mencetak penjualan bersih (net sell) senilai Rp 316,81 miliar di seluruh pasar. Di pasar reguler tercatat penjualan bersih (net sell) senilai 320,12 miliar.

Saham yang mereka buru yaitu PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan nilai pembelian bersih masing masing sebesar Rp 110,4 miliar dan Rp 55,3 miliar. ADRO tercatat naik 0,95% ke Rp 3.180/saham dan ITMG naik 3,72% ke 29.975/saham.

Sebaliknya, saham yang mereka jual terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 387,5 miliar dan 81 miliar. Keduanya berjalan beriringan di mana BBCA turun 2,94% di Rp 7.425/saham sedangkan BBRI turun 1,56% ke Rp 4.420/saham.

Amblesnya IHSG hari ini dipicu oleh sentimen eksternal dimana Departemen Tenaga Kerja AS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) AS April melompat 8,3% atau lebih buruk dari ekspektasi ekonom dan analis dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 8,1%.

Namun, realisasi tersebut masih lebih landai dari inflasi Maret yang tercatat sebesar 8,5%. Inflasi inti, yang mengecualikan harga energi dan makanan, melompat 6,2% atau lebih buruk dari ekspektasi sebesar 6%. Secara bulanan, inflasi tercatat 0,3% sedangkan inflasi inti sebesar 0,6%.

Kenaikan inflasi yang sangat tinggi membuat The Fed yang sebelumnya royal tebar uang mendadak agresif mengetatkan kebijakan moneternya. Menyusul rilis inflasi tersebut, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan di pasar-dengan kembali menguat melewati level psikologis 3%.

Dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia (BI) mengumumkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret yang sebesar 205,3. Naik 2,6% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) dan 9,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Pertumbuhan IPR secara bulanan pada Maret 2022 jauh lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang -4,5%. Namun secara tahunan, terjadi perlambatan karena pada Februari 2022 penjualan ritel tumbuh 12,9%.

Namun sentimen data positif penjualan ritel yang telah dirilis BI belum cukup kuat untuk mempengaruhi sentimen pasar yang didominasi oleh kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi. Investor harus siap dalam menghadapi volatilitas tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor