Top Gainers-Losers

Jajaran Gainers & Loosers, Bank Digital Boncos

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
12 May 2022 07:10
Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI).  (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu (11/5/2022) kemarin, meski koreksinya terbilang tipis-tipis saja.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup turun tipis 0,05% ke level 6.816,2.

Sempat melemah di awal perdagangan sesi I, bahkan keluar dari level psikologis 6.800, IHSG sukses berbalik arah (rebound) dan berakhir di zona hijau di sesi I bahkan sempat melesat leih dari 1%.

Namun sayang, di perdagangan sesi II, gerak IHSG justru berbalik arah. Tekanan jual yang meningkat membuat penguatan IHSG terpangkas hingga akhirnya kembali ke zona merah, meski cenderung tipis-tipis.

Nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai sekitaran Rp 18 triliun dengan melibatkan 23 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 324 saham naik, 227 saham turun, dan 148 saham mendatar.

Investor asing kembali melakukan penjualan bersih (net sell) kemarin, meski angkanya sudah menurun. Tercatat, net sell kemarin mencapai Rp 875,61 miliar di pasar reguler.

Di tengah koreksi tipis IHSG kemarin, beberapa saham menjadi top gainers kemarin. Berikut sepuluh saham yang menjadi top gainers pada perdagangan Rabu kemarin.

Saham Top Gainers

Di posisi pertama terdapat saham emiten industri tekstil yakni PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) yang harga sahamnya ditutup melesat 33,33% ke posisi harga Rp 248/saham. Dengan ini, saham BELL menyentuh batas auto rejection atas (ARA) kemarin.

Nilai transaksi saham BELL pada perdagangan kemarin mencapai Rp 59,91 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 281,02 juta lembar saham. Investor asing mengoleksi saham BELL sebesar Rp 1,6 miliar di pasar reguler.

Melonjaknya harga saham BELL terjadi setelah perseroan berencana membagikan dividen tunai dari tahun buku 2021 dengan nilai total mencapai Rp 2,03 miliar atas dasar keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada 27 April lalu.

Belum ada kepastian mengenai nilai dividen per saham yang akan dibagikan. Akan tetapi, merujuk jumlah saham dalam modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan per akhir Maret 2022 yang sebanyak 7.250.000.000 unit, maka kemungkinan dividen per sahamnya adalah Rp 0,28.

Rasio pembayaran dividen ini setara 48,65% dari laba bersih perseroan pada tahun 2021 beserta saldo laba ditahan yang tidak dibatasi penggunaannya.

Sebagai informasi, sepanjang tahun lalu, BELL membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 2,45 miliar dan saldo laba ditahan yang tidak dibatasi penggunaannya sebesar Rp 1,73 miliar.

Sedangkan di posisi kedua dan ketiga terdapat saham emiten grosir dan distribusi logistik bahan bakar, pelumas, dan LPG yakni PT Indah Prakasa Sentosa Tbk (INPS) dan emiten bisnis perhotelan yakni PT Esta Multi Usaha Tbk (ESTA).

Kedua saham tersebut sebelumnya sempat menduduki posisi pertama dan kedua dalam jajaran top gainers pada perdagangan Selasa lalu.

Dari saham INPS, harga sahamnya melonjak 24,74% ke posisi harga Rp 1.790/saham pada penutupan perdagangan kemarin. Saham INPS juga menyentuh batas ARA-nya kemarin.

Nilai transaksi saham INPS pada perdagangan kemarin mencapai Rp 49,54 juta dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 28,3 ribu lembar saham.

Hingga saat ini, bursa masih memberikan notasi khusu kepada saham INPS, di mana notasi khususu tersebut adalah L, yang membuktikan bahwa perseroan belum menyampaikan laporan keuangan pada tahun 2021 hingga saat ini.

Sedangkan saham ESTA ditutup melesat hingga 20% ke level Rp 660/saham dan menyentuh level ARA kemarin. Nilai transaksi saham ESTA pada perdagangan kemarin mencapai Rp 4,57 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 7,04 juta lembar saham.

Sementara dari jajaran top losers pada perdagangan kemarin, ada beberapa saham emiten bank digital yang masuk. Berikut 10 saham top losers pada perdagangan Rabu kemarin.

Saham Top Losers

Setidaknya ada dua saham emiten bank digital yang masuk ke jajaran top losers kemarin. Adapun kedua saham tersebut yakni saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).

Saham ARTO kembali ditutup ambruk 6,93% ke level harga Rp 9.400/saham pada perdagangan kemarin. Dengan ini, saham ARTO pun terkena batas auto rejection bawah (ARB) selama tiga hari beruntun. Bahkan, saham ARTO sudah berada di jajaran top losers dalam tiga hari terakhir.

Dalam sepekan terakhir, saham ARTO ambles hingga 24,19% dan sepanjang tahun ini harga sahamnya ambruk hingga 41,25%.

Nilai transaksi saham ARTO kemarin mencapai Rp 58,8 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 6,25 juta lembar saham. Investor asing melepas saham ARTO sebesar Rp 31,22 miliar di pasar reguler.

Sementara itu, jika dilihat dari harga penutupan tertinggi enam bulan terakhir, saham ARTO telah kehilangan setengah dari kapitalisasi pasarnya. Adapun kapitalisasi pasar ARTO saat ini mencapai Rp 130 triliun. Bahkan kini saham ARTO terdepak dari jajaran 10 besar kapitalisasi pasar terbesar BEI.

Pelemahan ini salah satunya dipicu oleh kinerja keuangan perusahaan, yang meski membaik dari periode yang saham tahun sebelumnya, tetapi masih jauh di bawah ekspektasi dari para analis.

Dalam tiga bulan pertama tahun ini, ARTO melaporkan raihan laba bersih Rp 19 miliar atau membalikkan kondisi setahun sebelumnya, ketika perusahaan masih mencatat kerugian Rp 38 miliar.

Meskipun terlihat cemerlang, laba tersebut ternyata turun signifikan (-84%) dari kuartal sebelumnya akhir tahun lalu.

Secara top-line, kinerja ARTO sebenarnya sejalan dengan perkiraan karena pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tumbuh sebesar 844% (year-on-year/YoY) dan 16% (quarter-on-quarter/QoQ). Hanya saja, di waktu yang bersamaan biaya operasi perseroan juga ikut meningkat drastis yang sebagian besar dapat diatrubusikan akibat besarnya biaya pemasaran dan promosi.

Hal tersebut akhirnya membuat rasio biaya terhadap laba (cost to income ratio/CIR) memburuk menjadi 74% di kuartal pertama tahun 2022 dibanding 68% pada kuartal keempat tahun 2021. Meskipun demikian, manajemen masih memperkirakan CIR ke depan akan berfluktuasi mengingat perusahaan masih dalam tahap investasi.

Selain ARTO, adapula saham bank digital lainnya yang berkapitalisasi pasar lebih kecil dari saham ARTO, yakni saham BBYB, di mana harga sahamnya ditutup ambles 6,87% ke posisi harga Rp 1.355/saham. Saham BBYB juga terkena ARB kemarin.

Nilai transaksi saham BBYB kemarin mencapai Rp 180,77 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 132,09 juta lembar saham. Tak seperti ARTO, asing mengoleksi saham BBYB sebesar Rp 8,52 miliar di pasar reguler kemarin.

Ambruknya saham BBYB terjadi setelah merilis kinerja keuangannya pada kuartal I-2022 yang dirilis pada Senin awal pekan ini, meski perseroan berhasil menekan rugi bersihnya.

Pada kuartal I-2022, BBYB mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 417 miliar, turun signifikan sekitar 58% dari sebelumnya pada tahun 2021 sebesar Rp 986 miliar.

Perbaikan kinerja sejalan dengan peningkatan jumlah nasabah BBYB. Dalam kurun satu tahun sejak aplikasi neobank milik perseroan diluncurkan, BBYB telah mendapatkan lebih dari 16 juta pengguna yang teregistrasi dengan monthly active user 3 juta perbulan (MAU).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular