Roundup IHSG

Masih Jadi Misteri, Data Ekonomi Positif Tapi IHSG Ambruk

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 May 2022 07:25
Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI).  (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk pada perdagangan Senin (9/5/2022) kemarin, setelah sepekan lebih libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1443 H.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup ambruk hingga 4,42% ke level 6.909,75. IHSG pun keluar dari level psikologis di 7.000.

Koreksi yang terjadi pada perdagangan kemarin merupakan koreksi terbesar sepanjang tahun 2022. Bahkan, koreksi IHSG pada perdagangan kemarin mirip dengan awal pandemi virus corona (Covid-19) silam, di mana IHSG juga nyaris terkena penghentian sementara atau trading halt.

Meski begitu, BEI) tidak melakukan trading halt, kemarin karena koreksi IHSG masih belum melebihi 5% atau masih di bawah 5%.

Bersamaan dengan koreksi yang tajam, asing juga melakukan penjualan bersih (net sell) jumbo senilai Rp 2,6 triliun di seluruh pasar.

Adapun nilai transaksi indeks pada kemarin mencapai sekitaran Rp 24 triliun dengan melibatkan 24 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,7 juta kali. Sebanyak 163 saham menguat, 423 saham melemah, dan 114 saham stagnan.

Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, IHSG mencatatkan kinerja yang paling buruk diantara lainnya, di mana hanya IHSG yang terkoreksi lebih dari 4%. Sedangkan mayoritas bursa Asia-Pasifik mengalami koreksi di kisaran 1% hingga 2%.

Hanya indeks Shanghai Composite yang mampu bertahan di zona hijau meski hanya tipis-tipis saja, yakni ditutup naik tipis 0,09% ke level 3.004,14.

Anjloknya IHSG ditengarai karena faktor 'jet lag' setelah libur panjang. Di saat bursa saham domestik libur, berbagai sentimen global memicu pasar bergerak volatil.

Mulai dari perkembangan perang Rusia-Ukraina yang diwarnai dengan embargo minyak oleh Uni Eropa.

Kemudian juga dilanjutkan dengan pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) maupun bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam rangka untuk menjinakkan inflasi yang sudah mencapai level tertinggi dalam puluhan tahun.

Pada perdagangan akhir pekan lalu, bursa saham AS kembali 'kebakaran' di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,3%, S&P 500 terkoreksi 0,57%, dan Nasdaq Composite anjlok 1,4%. Nasdaq ditutup di posisi terendah sejak 2020.

Kekhawatiran investor akan semakin agresifnya The Fed juga berimbas pada pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury), di mana Treasury tenor 10 tahun kini sudah mencapai kisaran level 3%.

Yield Treasury yang terus tinggi akan membuat investor berbondong-bondong memborong surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden, karena yield-nya dinilai semakin kompetitif dan investor cenderung melepas aset berisiko seperti saham dan kripto.

Bukan hanya itu, penurunan itu cukup kritis. Pasalnya, sekitar 0,58% lagi hingga akhirnya perdagangan bursa dihentikan sementara. Ini terkait kebijakan trading halt yang diterapkan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hal ini nyaris seperti pada perdagangan awal pandemi virus corona (Covid-19) pada Maret 2020 silam, di mana IHSG pun sempat terkena trading halt pada awal pandemi Covid-19 silam sebanyak 7 kali, di mana 6 kali sepanjang Maret 2020 dan satu kali pada September 2020.

"Akan ada trading halt selama 30 menit apabila indeks turun menyentuh 5%," kata Laksono Widodo, Direktur BEI, Senin (9/5/2022) kemarin.

Namun nyatanya, trading halt tidak benar-benar terjadi kemarin karena koreksi IHSG masih di bawah 5% atau belum melebihi 5%.

Terkait trading halt,tenggat waktunya merupakan implementasi dari Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat yang diterbitkan 10 Maret 2020.

Dalam aturan yang ada, trading halt dibagi dalam tiga sesi. Pertama, trading halt dilakukan selama 30 menit jika indeks turun 5%.

Kedua, tenggat waktu yang sama kembali dilakukan jika indeks turun 10%. Jika penurunan mencapai 15%, seluruh perdagangan disuspensi.

Pada awal tahun 2020, IHSG mengawalinya di level 6.300, dan pada akhirnya meninggalkan level 6.000 pada akhir Januari hingga terjun bebas ke level 3.937,63 pada 24 Maret 2020. Angka tersebut menjadi yang terendah setidaknya sejak 4 Juni 2012 ketika IHSG ditutup di 3.654,58.

Sejak Maret 2020, untuk menahan penurunan bursa saham domestik, BEI menerbitkan berbagai relaksasi seperti pelarangan transaksi short selling, perubahan batasan auto rejection hingga mekanisme pre-opening, hingga pemberlakukan kebijakan penghentian/pembekuan perdagangan sementara selama 30 menit atau trading halt bila IHSG turun 5% dalam sehari.

Kemarin, ada rilis dua data ekonomi penting. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal pertama tahun 2022 dan kedua adalah inflasi pada April lalu. Namun, keduanya gagal mengangkat IHSG.

Pada kuartal I-2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% secara tahunan (year-on-year/yoy). Ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan seiring dengan menurunnya kasus Covid-19.

Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, ada sejumlah latar belakang yang mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) RI) kembali membaik pada Januari-Maret 2022. Pertama adalah kegiatan usaha yang terus membaik.

"Laporan Bank Indonesia (BI) menyatakan kapasitas terpakai industri pengolahan mencapai 72,45%. Kemudian penjualan ritel tumbuh impresif 12,17% dan Prompt Manufacturing Index-BI mencapai 51,77%, lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2021 yang 50,01%," papar Margo dalam jumpa pers secara virtual.

Kedua, masih dari sisi industri, konsumsi listrik tumbuh tinggi mencapai 15,44%. Kemudian impor barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi masing-masing tumbuh 30,68%, 33,44%, dan 11,77%.

Ketiga, kali ini dari sisi konsumen, penjualan mobil penumpang tumbuh 45,95%. Lalu jumlah penumpang angkutan udara naik 58,13%. Penerimaan PPh (Pajak Penghasilan) pasal 21 tumbuh 18,8%, menunjukkan perbaikan pendapatan masyarakat.

Selain PDB RI pada kuartal I-2022, BPS juga merilis data inflasi pada April 2022. BPS mencatat terjadi inflasi 0,95% secara bulanan (month-to-month/mtm), tertinggi sejak 2017.

Margo menyebut ada sejumlah komoditas yang mengerek inflasi. Utamanya adalah minyak goreng, bensin khususnya Pertamax, daging ayam ras, tarif angkutan udara, dan ikan segar.

"Dari 90 kota yang dipantau, semua mengalami inflasi. Tertinggi ada di Tanjung Pandan sebesar 2,58%," sebut Margo dalam konferensi pers secara virtual, Senin (9/5/2022) kemarin.

Menurut kelompok pengeluaran, demikian Margo, andil inflasi terbesar hanya disumbangkan oleh dua komponen. Pertama makanan, minuman, dan tembakau, kemudian yang kedua adalah transportasi.

Pada April 2022, andil inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau adalah 0,46%. Beberapa komoditas yang memberi andil signifikan antara lain minyak goreng (0,19%), daging ayam ras (0,09%), dan ikan segar (0,04%).

Sementara andil inflasi di kelompok transportasi adalah 0,19%. Harga yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain bensin Pertamax (0,15%) dan tarif angkutan udara (0,08%).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular