Yield Treasury AS Di atas 3%, Wall Street Ditutup Kebakaran!
Jakarta, CNBC Indonesia- Saham-saham di Bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street, kompak berakhir di zona negatif pada perdagangan Kamis (5/5/2022), menghapus reli dari sesi sebelumnya dan menjadi salah satu hari terburuk sejak 2020.
Indeks Dow Jones melemah 1.063 poin atau anjlok 3,12% menjadi level 32.997,97. Nasdaq merosot sebesar 4,99%, berakhir di level 12.317,69 dan menjadi level penutupan terendah sejak November 2020. Kedua kerugian tersebut merupakan penurunan terburuk secara harian sejak 2020.
Indeks S&P 500 jatuh 3,56% ke 4.146,87, menandai sebagai hari kedua terburuk di sepanjang tahun ini.
Pergerakan itu terjadi setelah reli besar di pasar saham pada Rabu (4/5), di mana indeks Dow Jones melonjak 932 poin atau 2,81% dan indeks S&P 500 lompat 2,99% dan menjadi kenaikan terbesar sejak 2020. Hal serupa terjadi pada Nasdaq yang melesat 3,19%.
"Jika Anda naik 3% dan kemudian Anda menyerah setengah persen pada hari berikutnya, itu hal yang cukup normal. Tapi memiliki hari seperti yang kita alami kemarin dan kemudian melihatnya 100% terbalik dalam waktu setengah hari benar-benar luar biasa," tutu Direktur Pelaksana Perdagangan Schwab Center for Financial Research Randy Frederick dikutip dari CNBC International.
Saham emiten teknologi besar berada di bawah tekanan, di mana saham Meta dan Amazon anjlok yang masing-masing sebesar 6,8% dan 7,6%. Tidak hanya itu, saham Microsoft turun 4,4%, saham Salesforce terkoreksi 7,1%, dan saham Apple merosot hampir 5,6%.
Saham E-commerce adalah sumber utama penurunan pada Kamis (5/5) karena beberapa rilis kinerja keuangan yang mengecewakan.
Saham Etsy dan eBay anjlok yang masing-masing sebesar 16,8% dan 11,7%, setelah merilis panduan neraca keuangan yang mengindikasikan penurunan dari ekspektasi pasar. Selain itu, saham Shopify merosot hampir 15%.
Penurunan tersebut mengerek indeks Nasdaq menuju hari terburuknya dalam dua tahun.
Pasar obligasi juga menunjukkan adanya pergerakan yang dramatis. Imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun kembali melonjak di atas 3% pada hari Kamis (5/5) dan mencapai level tertinggi sejak 2018. Kenaikan suku bunga dapat memberi tekanan pada saham teknologi yang berorientasi pada pertumbuhan, karena membuat pendapatan tidak menarik bagi investor.
Pada Rabu (4/5), bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, seperti yang diharapkan dan mengatakan akan mulai mengurangi neraca pada bulan Juni.
Namun, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan selama konferensi persnya bahwa The Fed "tidak secara aktif mempertimbangkan" kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin yang memicu reli di pasar.
Pada Kamis (5/5), saham Caterpillar turun hampir 3%, saham JPMorgan Chase merosot 2,5%, dan saham Home Depot anjlok lebih dari 5%.
Pendiri Carlyle Group David Rubenstein mengatakan bahwa investor perlu menerima kenyataan akan hambatan di pasar dan ekonomi, termasuk perang di Ukraina dan inflasi yang tinggi.
"Kami juga melihat peningkatan 50 basis poin dalam dua pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berikutnya. Saya tidak berpikir itu akan menjadi sangat ketat sehingga akan memperlambat ekonomi...tetapi kita masih harus mengakui bahwa kita memiliki beberapa tantangan ekonomi nyata di AS," tambahnya.
Aksi jual pada Kamis (5/5) berlangsung luas, di mana lebih dari 90% saham dari indeks S&P 500 turun. Bahkan, saham dengan kinerja baik juga turun tahun ini, seperti saham Chevron, Coca-Cola, dan Duke Energy turun kurang dari 1%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/aaf)