Eropa Mau Larang Minyak Rusia, Ga Takut Krisis Gas?

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Selasa, 03/05/2022 12:40 WIB
Foto: AP/Dmitry Lovetsky

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi atas penjualan minyak Rusia. Komisi Eropa diperkirakan akan mengusulkan paket keenam sanksi Uni Eropa pada minggu ini terhadap Rusia, termasuk kemungkinan embargo untuk membeli minyak Rusia.

"Paket ini harus mencakup langkah-langkah yang jelas untuk memblokir pendapatan Rusia dari sumber daya energi," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagaimana dilansir dari Reuters, Selasa (3/5/2022).

Sementara itu, Otoritas Jerman mengatakan bahwa pihaknya siap untuk mendukung embargo langsung UE terhadap minyak Rusia.


"Kami telah berhasil mencapai situasi di mana Jerman mampu menanggung embargo minyak," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.

Adapun Kanselir Olaf Scholz, yang lebih berhati-hati daripada para pemimpin Barat lainnya dalam mendukung Ukraina, berada di bawah tekanan untuk mengambil garis yang lebih tegas.

Scholz bersumpah sanksi tidak akan dicabut sampai Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani kesepakatan damai dengan Ukraina yang dapat didukung Kyiv.

Di sisi lain, Moskow telah menuntut pelanggan Eropa membayar gas dalam rubel dan ditolak UE. Adapun pada pekan lalu, Moskow memutus pasokan ke Polandia dan Bulgaria.

Lebih lanjut pertemuan para menteri Uni Eropa pada Senin memperingatkan bahwa memenuhi sepenuhnya permintaan Moskow untuk pembayaran gas dalam rubel akan melanggar sanksi Uni Eropa yang ada.

Duta besar dari negara-negara Uni Eropa akan membahas sanksi minyak yang diusulkan ketika mereka bertemu pada Rabu mendatang.

Seperti diketahui, Benua Biru atau Eropa punya ketergantungan terhadap gas dari Rusia dan mungkin saja memutus aliran gasnya ke semua negara. Pasalnya, Eropa mendapatkan 40% pasokan gasnya dari Rusia. Tahun lalu Moskow mengirim sekitar 155 miliar meter kubik (bcm) ke wilayah itu.

Lalu apa yang akan terjadi bila Rusia benar-benar memotong aliran gasnya?

Beberapa ekonom telah memperingatkan bahwa akan timbul resesi yang cukup tajam bila hal ini dilakukan. Mereka menyebut negara yang akan sangat terdampak oleh hal ini adalah Jerman, yang notabenenya ekonomi terbesar di Benua Biru.

"Jika pasokan gas diputus, ekonomi Jerman akan mengalami resesi yang tajam. Dalam hal kebijakan ekonomi, penting untuk mendukung struktur produksi yang dapat dipasarkan tanpa menghentikan perubahan struktural," kata Stefan Kooths, wakil presiden dan direktur riset untuk siklus bisnis dan pertumbuhan di Kiel Institute seperti dikutip CNBC International, Kamis.

"Perubahan ini akan mempercepat industri padat gas bahkan tanpa boikot, karena ketergantungan pada pasokan Rusia, yang telah tersedia dengan harga yang menguntungkan hingga saat ini, bagaimanapun juga harus diatasi dengan cepat."


(hps/hps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pendapatan Rp 136 Miliar di Q1-2025, Emiten Gas Genjot Ekspansi