
Kinerja Komoditas April: Batu Bara Juara, Timah Merana

Jakarta, CNBC Indonesia - Energi jadi sektor energi "tercuan" sepanjang April 2022 ketimbang sektor lain. Batu bara menjadi komoditas mencetak pertumbuhan harga tertinggi. Kemudian diikuti oleh gas alam dan minyak kelapa sawit (CPO).
Sementara perak, tembaga, dan timah jadi komoditas yang mencatatkan kinerja terburuk sepanjang April 2022.
![]() Kinerja harga komoditas |
Harga batu bara dunia melejit 24,53% point-to-point (ptp) sepanjang bulan April 2021. Faktor melambungnya harga batu bara masih disebabkan ketatnya pasokan. Setelah Uni Eropa dan Jepang melarang impor batu bara dari Rusia, pasar batu bara menjadi sangat ketat karena ketidakseimbangan antara permintaan pasokan dan permintaan makin melebar.
Belum lagi semakin banyak negara yang mengalihkan sumber energi pembangkitnya ke batu bara seiring dengan lonjakan harga gas. Langkah ini diambil negara-negara di kawasan Balkan seperti Macedonia Utara. Pasalnya, meskipun harganya sudah melonjak, harga batu bara tetap lebih murah dibandingkan gas.
Di urutan kedua, gas alam yang harganya melejit 23,48% ptp sepanjang bulan April. Hukuman yang dijatuhkan oleh negara barat, membuat banyak negara menghindari membeli gas dari Rusia. Ditambah dengan aturan Rusia utuk menjual gas alamnya dengan Rubel. Hal ini membuat pasokan dari Rusia macet.
Terbaru, Rusia kini melancarkan memutus pasokan gas dua negara Eropa, Polandia dan Bulgaria karena menolak menggunakan Rubel dalam transaksinya.
Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) melambung 21,28% ptp sepanjang bulan April. Pasokan CPO global akan terkena hantaman dari dua produsen utama Malaysia dan Indonesia.
Dunia bergantung pada hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia. Keduanya menghasilkan 84% produksi dunia dan menguasai 89% pangsa pasar dunia
Krisis tenaga kerja asing di perkebunan sawit melanda Malaysia. Asal tahu saja, tenaga kerja asing mencapai 80% dari total tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit karena penduduk setempat tidak tertarik dengan pekerjaan perkebunan, sehingga industri kelapa sawit sangat bergantung pada tenaga kerja asing.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia resmi melarang ekspor produk sawit, termasuk ekspor CPO. Makin membuat kekhawatiran akan ketatnya pasokan CPO dunia.
Beda nasib, perak, tembaga, dan timah menjadi tiga komoditas "terboncos" bulan April.
Harga perak dunia merosot 6,47% sepanjang April. Meskipun ada ketidakpastian ekonomi akibat eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina, namun tekanan dari kenaikan suku bunga lebih besar.
Laju harga perak dibebani oleh ekspektasi kenaikan suku bunga agresif oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang mendorong dollar index melonjak 5,38% ptpt, tertinggi sejak 2002. Begitu juga imbal hasil alias yield surat utang pemerintah AS melonjak ke 2,82%, tertinggi sejak Desember 2018.
Apresiasi dolar AS adalah sentimen negatif bagi harga perak. Sebab, perak adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, maka perak jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan perak turun, harga pun terkoreksi.
Kenaikan yield juga sejatinya merupakan kabar buruk buat perak. Pasalnya, perak adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Saat memegang perak, opportunity cost naik dibandingkan memiliki obligasi.
Apresiasi mata uang dolar AS dan sikap agresif The Fed juga membebani laju tembaga. Tembaga dunia turun 6,54% sepanjang bulan April.
Tembaga adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, maka tembaga jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan tembaga turun, harga pun terkoreksi.
Sikap The Fed kemudian menahan laju penguatan tembaga. Karena ada kecemasan risiko pemulihan ekonomi jadi melambat.
Tembaga sebagai "the new oil" akan terdampak negatif dari hal tersebut. Sebab tembaga dipakai dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan perlengkapan sehari-hari, pembangunan, infrastruktur, transportasi, dan industri.
Harga timah dunia melemah 6,68% sepanjang bulan April. Penyebabnya pasokan timah secara mengejutkan mulai memenuhi gudang-gudang. Padahal permintaan timah tidak meningkat karena harga yang mahal. Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) melonjak 43,6% menjadi 3.030 ton.
Selain itu, harga timah juga tertekan dari kekhawatiran lockdown di China akan mengganggu permintaan dari konsumen timah terbesar di dunia tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga 'Harta Karun' Mulai Berguguran, Besok Naik Lagi?