
Yield SBN Mulai Melemah, tapi SBN Tenor 10 Tahun Masih di 7%

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) menguat pada perdagangan Selasa (26/4/2022), di tengah hadirnya sentimen negatif dari pandemi virus corona (Covid-19) di China yang semakin memburuk dan adanya potensi perlambatan ekonomi global.
Mayoritas investor memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3, 5, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun menguat 17,4 basis poin (bp) ke level 3,895%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 5 tahun bertambah 11,6 bp ke level 6,31%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun naik tipis 0,1 bp ke level 7,057%.
Sementara untuk yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik melemah 1,9 bp ke level 7,024%. Meski melemah, tetapi yield SBN tenor 10 tahun masih berada di kisaran level 7%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sentimen negatif data dari China, di mana perkembangan pandemi Covid-19 semakin mengkhawatirkan dan membuat investor di China cenderung melepas aset berisiko seperti saham dan membuat bursa sahamnya kembali ambruk.
Kekhawatiran investor semakin meningkat setelah adanya potensi bahwa kota besar di China lainnya yakni Beijing berpotensi dilakukan karantina wilayah (lockdown), jika hasil pengujian (testing) menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Sebelumnya, Beijing akan memperluas pengujian massal ke 10 distrik lainnya dan satu kawasan pengembangan ekonomi di kota tersebut. Di lain sisi, potensi kembali melambatnya perekonomian juga membuat investor cenderung memburu kembali pasar obligasi pemerintah pada hari ini.
Dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah (US Treasury) tenor 10 tahun cenderung melemah pada pagi hari ini waktu AS. Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun melemah 3,8 bp ke level 2,789%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Senin kemarin di level 2,827%.
Potensi hambatan pertumbuhan ekonomi global terjadi karen inflasi masih meninggi dan kenaikan suku bunga acuan bank sentral. Di AS sendiri kini sedang menghadapi isu pelambatan ekonomi akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan agresif menaikkan suku bunga.
Ketua The Fed, Jerome Powell juga mengakui tugas The Fed saat ini sangat menantang, melandaikan inflasi yang sangat tinggi tanpa membuat perekonomian AS mengalami pelambatan signifikan hingga resesi.
"Target kami menggunakan instrumen yang kami miliki untuk kembali menyinkronkan supply dengan demand... dan tanpa membuat pelambatan yang bisa membawa perekonomian resesi. Itu akan sangat menantang," kata Powell dalam diskusi ekonomi pada pertemuan Dana Moneter International (IMF) sebagaimana dilansir Reuters.
Pasar melihat The Fed bulan depan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin (bp), bahkan di bulan Juni diperkirakan lebih tinggi lagi. Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana ada probabilitas sebesar 75% The Fed akan menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75% di bulan Juni mendatang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi