Awal Pekan Bursa Asia Merah di Mana-Mana, Shanghai Ambles 5%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
25 April 2022 16:57
Investors look at computer screens showing stock information at a brokerage house in Shanghai, China September 7, 2018. REUTERS/Aly Song
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup berjatuhan pada perdagangan Senin (25/4/2022), dipicu oleh aksi jual di pasar global yang berlanjut hingga awal pekan ini.

Indeks Shanghai memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik pada hari ini, di mana Shanghai ditutup ambruk lebih dari 5% atau lebih tepatnya ambruk 5,13% ke level 2.928,51.

Salah satu faktor pemberat indeks Shanghai hari ini adalah karena investor masih cenderung menahan selera risikonya di tengah masih tingginya kasus virus corona (Covid-19) di China.

Hingga saat ini, China terus berjuang untuk menahan Covid-19 yang diklaim menjadi terburuk sejak awal pandemi tahun 2020 lalu, meskipun ada penguncian (lockdown) yang keras di kota terbesarnya, yakni Shanghai.

Selama akhir pekan, ibu kota Beijing, memperingatkan bahwa virus itu telah menyebar tanpa terdeteksi selama sekitar satu minggu.

Selain indeks Shanghai di China, bursa Asia-Pasifik lainnya juga terpantau ambruk. Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 1,9% ke level 26.590,779, Hang Seng Hong Kong anjlok 3,73% ke 19.869,34, dan KOSPI Korea Selatan ambrol 1,76% ke posisi 2.657,13.

Hanya Straits Times Singapura (STI) dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang koreksinya masih berada di bawah 1%. STI ditutup melemah 0,64% ke level 3.339,59 dan IHSG berakhir turun 0,13% ke posisi 7.215,979.

Sementara untuk indeks ASX 200 Australia pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari ANZAC (Australia and New Zealand Army Corps).

Bursa Asia-Pasifik yang berjatuhan terjadi mengekor performa bursa saham di Wall Street pada Jumat pekan lalu yang ditutup ambruk lebih dari 2%. Indeks Dow Jones ditutup ambruk 2,82%, S&P 500 ambles 2,77%, dan Nasdaq ambrol 2,55%.

Investor masih merespons negatif dari sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang berpotensi semakin agresif menaikkan suku bunga acuannya.

Ketua The Fed, Jerome Powell pada Jumat lalu mengatakan kenaikan suku bunga 50 basis poin (bp) sudah siap diketok pada pertemuan The Fed berikutnya. Hal ini tentunya memberikan sentimen negatif terhadap pasar saham.

"Pasar sangat gelisah tentang kemungkinan timbulnya kesalahan kebijakan oleh Federal Reserve. Ketika seorang pejabat The Fed menyarankan kenaikan 50 basis poin, pasar mulai mencoba memperkirakan kenaikan 75 basis poin," kata Jamie Cox, managing partner di Harris Financial Group, dikutip Reuters, Sabtu (23/4/2022) lalu.

Berdasarkan perangkat Fed Watch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 99,6% The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 0,75% - 1% pada 4 Mei mendatang (waktu setempat).

Selain itu, ada probabilitas sebesar 70% The Fed akan menaikkan 50 basis poin lagi di bulan Juni menjadi 1,5% - 1,75%.

Dengan The Fed yang bertindak lebih agresif, semakin banyak analis yang melihat AS akan mengalami resesi.

"Saya melihat probabilitas 30% Amerika Serikat memasuki resesi dalam 12 bulan ke depan, dan probabilitas tersebut terus meningkat," kata kepala ekonomi Moody's Analytics Mark Zandi.

Powell sendiri mengakui tugas The Fed saat ini sangat menantang, melandaikan inflasi tanpa membuat perekonomian AS mengalami pelambatan signifikan hingga resesi.

"Target kami menggunakan instrumen yang kami miliki untuk kembali mengsinkronkan supply dengan demand... dan tanpa membuat pelambatan yang bisa membawa perekonomian resesi. Itu akan sangat menantang," kata Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular