
BI Konsisten Dovish, Rupiah Batal Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah gagal mempertahankan penguatan melawan rupiah pada perdagangan Rabu (13/4/2022). Padahal, nyaris sepanjang perdagangan hari ini rupiah berada di zona hijau.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan menguat 0,07% di Rp 14.350/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini dan sempat melemah 0,03% di Rp 14.365/US$.
Sama dengan beberapa pekan terakhir, rupiah masih bergerak tipis-tipis saja seperti hari ini.
Di penutupan perdagangan, rupiah melemah 0,01% ke Rp 14.362/US$
Bank Indonesia (BI) yang sekali lagi menegaskan belum akan menaikkan suku bunga sampai inflasi naik secara fundamental membuat rupiah berbalik arah.
Gubernur BI Perry Warjiyo masih optimis tahun ini inflasi tetap terkendali dan masih berkisar pada asumsi semula, yaitu 2-4%, sekalipun kini harga barang dan jasa terus naik.
"Sejauh ini kami masih confident inflasi masih bisa terjaga 2-4%," ungkap Perry usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Perry sekali lagi menegaskan jika kebijakan moneter BI, terutama suku bunga tidak akan merespon first round impact dari kenaikan harga saat ini.
Hingga Maret 2022, berdasarkan Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia sudah mencapai 2,6% secara tahunan (year on year/yoy), dan inflasi inti tumbuh 2,37% (yoy).
Sikap dovish tersebut tentunya berlawanan dengan tren global yang terjadi saat ini, di mana bank sentral mulai mengerek suku bunga guna meredam kenaikan inflasi. Apalagi bank sentral AS (The Fed) yang akan sangat agresif menaikkan suku bunga.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di Amerika Serikat (AS) kini sudah menembus 8,5% (year-on-year/yoy) di bulan Maret, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,9% (yoy).
Rilis tersebut membuat ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Mei dan Juni semakin menguat.
Namun, di sisi lain kenaikan yang agresif berisiko membuat perekonomian Amerika Serikat terancam mengalami resesi.
Reuters mengadakan survei terhadap lebih dari 100 ekonom pada periode 4 - 8 April hasilnya perekonomian Amerika Serikat akan mengalami resesi dalam 24 bulan ke depan, dengan probabilitas sebesar 40%.
Sementara survei yang dilakukan Wall Street Journal menunjukkan resesi akan terjadi dalam 12 bulan ke depan dengan probabilitas sebesar 28%.
Risiko resesi tersebut membuat dolar AS belum mampu menguat tajam melawan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
