Investor Tunggu Data Inflasi AS, Harga Mayoritas SBN Melemah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 11/04/2022 18:55 WIB
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Senin (11/4/2022) awal pekan ini, di tengah sikap investor yang menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) pada pekan ini.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN bertenor 3 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.

Yield SBN bertenor 3 tahun turun 1 basis poin (bp) ke level 3,725% pada perdagangan hari ini.


Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik menguat 4,5 bp ke level 6,834% pada perdagangan hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) tenor 5 tahun dan 30 tahun kembali mengalami inversi (inverted) pada hari ini. Selain itu, yield Treasury tenor 10 tahun kini sudah berada di kisaran level 2,7%.

Data dari CNBC International mencatat yield Treasury bertenor 5 tahun naik 6,4 bp ke level 2,821%. Sedangkan yield Treasury bertenor 30 tahun menguat 2,9 bp ke level 2,775%.

Yield Treasury tenor 5 tahun kembali lebih besar dari yield Treasury tenor 30 tahun pada hari ini. Namun untuk yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun tidak mengalami inversi. Yield Treasury tenor 10 tahun naik 5,4 bp ke level 2,769%.

Yield Treasury sudah menguat dalam beberapa hari terakhir, dengan kekhawatiran bahwa kenaikan inflasi dan rencana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang semakin agresif memperketat kebijakan moneternya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Kekhawatiran ini telah membuat yield Treasury terbalik, dengan investor menjual obligasi pemerintah jangka pendek demi utang jangka panjang, yang secara historis terjadi sebelum resesi.

Namun, investor tetap berhati-hati untuk menunjukkan bahwa inversi kurva imbal hasil tidak menjamin resesi dan bahwa sinyal ini dapat menunjukkan false signal selama dua tahun sebelum penurunan ekonomi terjadi.

Investor akan mengamati rilis data seperti indeks harga konsumen (IHK) AS di Maret yang akan dirilis pada Selasa besok dan indeks harga produsen (IHP) yang akan dirilis pada Rabu lusa waktu AS.

Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan kepada CBS kemarin, bahwa dia percaya The Fed dapat mengendalikan inflasi tanpa menyebabkan kerusakan besar pada ekonomi.

"Jika Anda melihat risikonya, mengingat apa yang terjadi di dunia dan ekonomi, ada potensi resesi. Tapi saya tetap optimis dan tahun ini tetap memproyeksikan adanya ekspansi yang akan terus berlanjut," kata Mester dikutip dari CNBC International.

Mester menambahkan bahwa adanya karantina wilayah (lockdown) di China akan menghambat rantai pasokan yang berkontribusi terhadap inflasi di AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas