The Fed Makin Galak Gegara Inflasi, Yield SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
07 April 2022 19:34
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (7/4/2022), meski sentimen pasar global pada hari ini cenderung negatif.

Mayoritas investor cenderung kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1 tahun dan 25 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.

Yield SBN bertenor 1 tahun melemah signifikan sebesar 14,2 basis poin (bp) ke level 2,593%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun turun 0,6 bp ke level 7,336%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 1,2 bp ke level 6,792% pada perdagangan hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Investor global cenderung khawatir dengan potensi sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang semakin agresif memerangi inflasi.

Hal ini membuat pasar saham AS kembali terkoreksi pada perdagangan Rabu kemarin. Bahkan, koreksinya pasar saham AS turut berdampak pada jatuhnya bursa saham Asia-Pasifik pada hari ini.

Namun di Indonesia sendiri, pasar keuangannya masih cukup baik dan tidak terlalu terpengaruh dari sentimen global pada hari ini, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, sedangkan rupiah hanya turun tipis-tipis saja terhadap dolar AS.

Kekhawatiran investor global muncul setelah hasil rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan bahwa para pejabat bank sentral "secara umum sepakat" mengurangi neraca keuangannya sebesar US$ 95 miliar per bulan.

Selain itu, mereka juga mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) yang lebih agresif dari sekadar 25 basis poin (bp).

"Banyak peserta rapat mencatat bahwa-dengan inflasi di atas target Komite [Pasar Terbuka Federal/FOMC], risiko inflatoir masih meninggi, dan Fed Funds Rate di bawah estimasi peserta pasar dalam jangka panjang-mereka condong pada kenaikan sebesar 50 basis poin di rentang waktu yang ditargetkan," demikian tertulis dalam risalah rapat tersebut.

Dari hasil rapat The Fed tersebut sempat membuat yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar melesat ke 2,65%, yang merupakan level tertinggi dalam 3 tahun terakhir pada Rabu kemarin waktu AS.

Namun pada pagi hari ini, yield Treasury cenderung melemah. Data dari CNBC International mencatat yield Treasury bertenor 10 tahun turun 2,4 bp ke level 2,585%. Sedangkan yield Treasury bertenor 2 tahun juga turun 6,1 bp ke level 2,441%.

Keduanya tidak mengalami inversi atau kurva terbalik, di mana yield Treasury tenor 10 tahun masih lebih tinggi, meski selisihnya tidak terlalu jauh.

Tetapi dari yield Treasury tenor 5 tahun dan 30 tahun, keduanya kembali mengalami inversi pada hari ini. Yield Treasury tenor 5 tahun saat ini berada di level 2,652%, turun 5,2 bp. Sedangkan yield Treasury tenor 30 tahun berada di level 2,628%, melemah 0,4 bp.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular