
Ikuti Bursa AS, IHSG Balik ke Level Psikologi 7.000 di Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles pada penutupan perdagangan sesi pertama Rabu (6/4/2022), menyusul kembalinya kekhawatiran seputar resesi.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir melemah 50,97 poin (-0,71%) ke 7.097,325 pada penutupan sesi pertama. Sebanyak 184 saham menguat, 338 lain melemah, dan 153 sisanya flat.
Dibuka ambles 50,98 poin atau 0,71% ke 7.128,412, indeks acuan utama bursa nasional ini terus tertekan hingga menyentuh level terendah hariannya pada 7.093,106 jelang penutupan pukul 11:30 WIB. Level pra pembukaan 7.147,992 menjadi level tertinggi hariannya.
Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 8 triliunan dengan melibatkan 14 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 908 ribuan kali. Investor asing masih setia mencetak pembelian bersih (net buy), senilai Rp 230,38 miliar, di pasar reguler.
Saham yang mereka buru terutama PT Elang Mahkote Teknologi Tbk (EMTK) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 80,2 miliar dan Rp 65,4 miliar. Keduanya menguat masing-masing sebesar 4,04% ke Rp 2.830 dan 3,24% ke Rp 27.075/saham.
Sebaliknya, saham yang mereka lego terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 130,6 miliar dan Rp 50,5 miliar. Keduanya bergerak berbeda arah, masing-masig sebesar 1,58% ke Rp 7.775 dan 1,33% ke Rp 3.040/unit.
Transaksi terbesar dibukukan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dan BBCA dengan nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 453,5 miliar dan Rp 370,3 miliar. ADRO menyusul dengan total nilai perdagangan Rp 311,5 miliar.
Genderang perang The Fed melawan inflasi tinggi mulai lantang disuarakan pejabat bank sentral terkuat di dunia tersebut di forum resmi. Setelah Gubernur The Fed Lael Brainard menyatakan bahwa pihaknya akan agresif menekan inflasi, kini giliran Presiden The San Francisco Mary Daly yang menilai inflasi tinggi sama buruknya dengan pengangguran bagi masyarakat Amerika Serikat (AS) karena memicu beban ekonomi dan menekan tingkat kesejahteraan.
Tingginya inflasi di Amerika Serikat, yang diikuti agresivitas The Fed menaikkan suku bunga tahun ini menjadi salah satu faktor yang bisa menyebabkan resesi. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% secara tahunan tertinggi sejak Januari 1982.
Tingginya inflasi membuat The Fed agresif menaikkan suku bunga, dengan perkiraan kenaikan bulan depan sebesar 50 basis poin menjadi 0,75%-1%. The Fed juga berencana menaikkan suku bunga 6 kali lagi di tahun ini, setelah menaikkan pertama kali bulan lalu.
Dengan suku bunga yang tinggi, ekspansi dunia usaha tentunya akan melambat, jika inflasi tidak kunjung menurun maka perekonomian Negeri Sam berisiko terpukul.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengekor Wall Street & Bursa Asia, IHSG Koreksi Hampir 2%