
Joss! IHSG Cetak Rekor Lagi, Rupiah Ikut Melesat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa (5/4/2022) setelah menguat tipis-tipis dalam dua hari sebelumnya. Sentimen pelaku pasar yang masih cukup bagus membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melesat, investor asing kembali mengalirkan modalnya dan kinerja rupiah juga ikut terjaga meski dolar AS sedang perkasa.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,14% le Rp 14.335/US$.
Pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) memang memberikan indikasi rupiah akan menguat di awal perdagangan hari ini, sebab lebih kuat ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.
Periode | Kurs Senin (4/4) pukul 15:03 WIB | Kurs Selasa (5/4) pukul 8:58 WIB |
1 Pekan | Rp14.348,5 | Rp14.327,0 |
1 Bulan | Rp14.366,0 | Rp14.320,0 |
2 Bulan | Rp14.385,0 | Rp14.346,0 |
3 Bulan | Rp14.406,0 | Rp14.366,5 |
6 Bulan | Rp14.487,0 | Rp14.437,0 |
9 Bulan | Rp14.494,0 | Rp14.527,0 |
1 Tahun | Rp14.667,0 | Rp14.585,0 |
2 Tahun | Rp14.991,0 | Rp14.972,0 |
Indeks dolar AS melesat lebih dari 1,2% dalam 3 hari terakhir dan sempat ke atas level 99 kemarin. Sementara pagi ini berada di kisaran 98,99 nyaris stagnan. Pergerakan tersebut menunjukkan dolar AS sedang kuat-kuatnya pasca rilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) dan data tenaga kerja AS.
Kedua data tersebut merupakan acuan The Fed (bank sentral AS) untuk menetapkan kebijakan moneter, saat ini yakni kenaikan suku bunga.
Departemen Tenaga Kerja AS Kamis lalu melaporkan inflasi PCE bulan Februari tumbuh 6,4% (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).
Inflasi PCE tersebut menjadi yang tertinggi dalam nyaris 40 tahun terakhir.
Sementara itu sehari setelahnya tingkat pengangguran di bulan Maret dilaporkan turun menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,8%.
Pasca rilis data tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas kenaikan 50 basis poin menjadi 0,75% - 1% di bulan terus meningkat. Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, saat ini probabilitasnya naik menjadi 74%, dari kemarin 70% dan satu pekan lalu sekitar 60%.
![]() |
Meski dolar AS sedang kuat-kuatnya, rupiah masih mampu menguat. Aliran modal yang masuk ke pasar saham Indonesia menjadi salah satu kuncinya.
Data pasar mencatat sepanjang tahun ini capital inflow di pasar saham Indonesia lebih dari Rp 33 triliun. Inflow tersebut mampu mengimbangi outflow yang terjadi di pasar obligasi.
Capital inflow tersebut terjadi saat perang Rusia dengan Ukraina yang biasanya membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan menghindari aset-aset berisiko. Tetapi nyatanya saham-saham perusahaan Indonesia masih diburu.
Ekonom Senior Universitas Indonesia, Chatib Basri, melihat perang tidak memberikan dampak sektor keuangan dan moneter sehingga aliran modal masuk ke dalam negeri, dan Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) terus menguat.
Pagi ini IHSG langsung menguat dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di 7.143,542, dengan investor asing melakukan beli bersih sekitar Rp 70 miliar.
"Indonesia dianggap resikonya kecil jadi saya gak surprise kalau ada capital inflows. Ini yang menjelaskan mengapa stock market kita roaring. Doing relatively well," tuturnya.
Adapun di sisi obligasi, dia melihat harga obligasi turun. Namun hal ini dikarenakan adanya kenaikan yield US Treasury. "Tetapi dalam long term kalau harganya sudah sangat menarik orang (investor) akan masuk lagi."
Terkait dengan nilai tukar rupiah, Chatib mengaku tidak khawatir karena share asing di obligasi pemerintah hanya 19% saat ini.
Malah, ia melihat ada kemungkinan The Fed melakukan revisi rencananya, untuk tidak menaikan 6-7 kali suku bunga kebijakannya.
"Apakah The Fed akan merevisi rencana kebijakannya? Sejauh ini belum. Tapi, saya menduga kalau situasi global memburuk gak mungkin The Fed akan kalibrasi menaikan 6-7 kali basis poin atau menaikkan secara gradual, dan dampaknya akan ke inflasi Amerika Serikat," jelas Chatib
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
