Kripto Cerah Tapi Bitcoin Naik Tipis, Persediaan Menipis?

chd, CNBC Indonesia
04 April 2022 10:20
Representation of the Bitcoin virtual currency standing on the PC motherboard is seen in this illustration picture, February 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/Dado Ruvic

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas kripto utama terpantau menguat pada perdagangan Senin (4/4/2022), di tengah membaiknya sentimen global dari konflik Rusia-Ukraina.

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:00 WIB, hanya koin digital (token) berjenis stablecoin yakni Tether dan USD Coin yang melemah tipis pada hari ini.

Sedangkan sisanya berhasil menguat. Bitcoin naik cenderung tipis 0,14% ke level harga US$ 45.889,27/koin atau setara dengan Rp 658.969.917/koin (asumsi kurs Rp 14.360/US$), Ethereum menguat 1,44% ke level US$ 3.488,9/koin atau Rp 50.100.604/koin.

Selanjutnya BNB melesat 2,21% ke US$ 444,93/koin (Rp 6.389.195/koin), Solana bertambah US$ 135,59/koin (Rp 1.947.072/koin), XRP terapresiasi 1,2% ke US$ 0,832/koin (Rp 11.948/koin), dan Avalanche melaju 1,25% ke US$ 97,03/koin (Rp 1.393.351/koin).

Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.

Kripto

Bitcoin kembali berada di kisaran level US$ 45.800, setelah bertahan di kisaran level US$ 46.000 pada perdagangan Sabtu dan Minggu pekan lalu. Sedangkan token terbesar kedua yakni Ethereum juga masih bertahan di kisaran level US$ 3.400.

Tak hanya Bitcoin dan Ethereum saja, koin-koin lain dengan market cap lebih kecil dari Bitcoin dan Ethereum yang juga sering disebut sebagai alternative coin (altcoin) juga ikut mengalami kenaikan, meski kenaikannya masih cenderung tipis di kisaran 1%-2%.

Kembali ke Bitcoin, berdasarkan data dari CoinMarketCap, total circulating supply atau persediaan Bitcoin di dunia (jumlah koin yang sudah ditambang dan beredar di pasar) sudah mencapai 19.001.956 koin.

Adapun jumlah koin maksimum Bitcoin sebesar 21 juta, sehingga hanya tinggal sekitar 1.998.044 koin yang harus ditambang untuk mencapai jumlah maksimalnya.

Sementara volume perdagangan Bitcoin per hari ini mencapai US$ 26,44 miliar, berdasarkan data dari CoinMarketCap. Sayangnya, volume perdagangan Bitcoin masih kalah dengan volume perdagangan token stablecoin Tether yang mencapai US$ 68,23 miliar per hari ini.

Michael Safai, Managing Partner di Dexterity Capital, sebuah perusahaan perdagangan yang berfokus pada aset digital, mencatat bahwa volatilitas yang terjadi di kripto didorong oleh ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik, di mana sentimen tersebut mulai cenderung stabil di bulan Maret, sebagaimana diberitakan oleh CoinDesk.com.

Ketidakpastian makroekonomi yang dimaksud adalah tingginya inflasi yang memicu bank sentral terutama otoritas moneter Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang bakal agresif menaikkan suku bunga acuannya.

Di sisi lain, ketegangan antara Rusia dan Ukraina selain membuat harga minyak melambung tinggi dan memicu prospek inflasi yang lebih tinggi juga turut sempat menurunkan selera risiko investor. Investor lebih memilih untuk cari aman saat kondisi sedang tidak kondusif.

Namun, setelah harga minyak melemah 14% sepekan terakhir akibat prospek damai Rusia dan Ukraina serta rencana AS untuk mengeluarkan cadangan minyak strategisnya, selera risiko pun membaik.

Investor pun kembali memburu aset-aset digital seperti token kripto yang berisiko. Alhasil harganya pun ikut terangkat. Apalagi setelah harganya sempat terkoreksi cukup dalam pada akhir Februari hingga awal Maret lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Crypto Crash! Bitcoin Cs Babak Belur, Ada Apa Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular