Menguat Tipis, Rupiah Mampu Imbangi Perkasanya Dolar AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya setelah rilis data ekonomi yang menjadi kunci kenaikan suku bunga. Namun, rupiah masih mampu memberikan perlawanan di awal perdagangan Senin (4/4/2022).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.350/US$. Tetapi tidak lama penguatan rupiah terpangkas hingga tersisa 0,03% saja ke Rp 14.360/US$.
Sulitnya rupiah untuk melaju kencang terlihat dari pergerakannya di kurs non-deliverable forward (NDF) lebih lemah dibandingkan beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan rupiah berbalik melemah.
Periode | Kurs Jumat (1/4) pukul 15:03 WIB | Kurs Senin (4/4) pukul 8:58 WIB |
1 Pekan | Rp14.349,5 | Rp14.360,5 |
1 Bulan | Rp14.360,0 | Rp14.351,2 |
2 Bulan | Rp14.372,5 | Rp14.384,5 |
3 Bulan | Rp14.389,5 | Rp14.401,5 |
6 Bulan | Rp14.460,0 | Rp14.472,0 |
9 Bulan | Rp14.550,0 | Rp14.562,0 |
1 Tahun | Rp14.650,0 | Rp14.667,0 |
2 Tahun | Rp15.011,8 | Rp14.978,5 |
Pelaku pasar kini semakin yakin bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan depan. Hal ini terlihat dari probabilitasnya di perangkat FedWatch milik CME Group yang berada di kisaran 70%.
The Fed menggunakan dua data utama sebagai patokan menetapkan suku bunga, yakni inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) dan data tenaga kerja.
Departemen Tenaga Kerja AS Kamis lalu melaporkan inflasi PCE bulan Februari tumbuh 6,4% (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).
Inflasi PCE tersebut menjadi yang tertinggi dalam nyaris 40 tahun terakhir.
Sementara itu sehari setelahnya tingkat pengangguran di bulan Maret dilaporkan turun menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,8%. Dengan pasar tenaga kerja yang semakin ketat, dan inflasi yang semakin tinggi, The Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Mei menjadi 0,75% - 0,1%.
Apalagi, beberapa pejabat elit The Fed termasuk sang ketua Jerome Powell sudah menunjukkan dukungannya untuk bertindak lebih agresif guna meredam inflasi.
"Kami akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas harga. Secara khusus, jika kami menyimpulkan kenaikan suku bunga lebih dari 25 basis poin tepat dilakukan, kami akan melakukannya. Dan jika kami memutuskan perlu melakukan pengetatan di luar dari kebiasaan yang normal, kami juga akan melakukannya," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (22/3/2022).
Agresivitas tersebut membuat yield obligasi (Treasury AS) naik, yang akhirnya memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) aliran modal keluar dari pasar obligasi sekunder nyaris Rp 39 triliun sepanjang kuartal I-2022.
Hal tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, meski masih bisa diimbangi dengan inflow di pasar saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)