IHSG Dibuka Menguat, Kian Dekati Level Psikologis 7.100
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada perdagangan sesi pertama Kamis (31/3/2022), dan kian melenggang menuju level psikologis 7.100.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG dibuka di 7.070,761 atau menguat 17,6 poin (+0,25%) pada sesi pembukaan pagi tadi, dan selang sepuluh menit kemudian berlanjut, bertengger di level 7.091,818 atau naik 38,1 poin (+0,54%).
Sebanyak 249 saham menguat, 131 lain turun, dan 189 sisanya flat. Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 2 triliunan dengan melibatkan 3 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 118 ribuan kali. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 162,9 miliar di pasar reguler.
Saham yang mereka buru terutama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 100,9 miliar dan Rp 33,9 miliar. Keduanya menguat, masing-masing sebesar 0,95% ke Rp 7.950 dan 0,87% ke Rp 4.620/saham.
Sebaliknya, saham yang masih dilego terutama adalah PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 14,3 miliar dan Rp 9,8 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah, di mana BUKA lompat 0,53% ke Rp 380 sementara UNVR melemah 0,81% ke Rp 3.690/unit.
Nilai transaksi terbesar dibukukan PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) dan BBCA dengan nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 152,9 miliar dan Rp 148,5 miliar. TLKM menyusul dengan total nilai perdagangan Rp 72,3 miliar.
Pasar memantau perkembangan di Amerika Serikat (AS) dan konflik Ukraina. Rusia mengklaim menurunkan jumlah pasukan militer di beberapa lokasi di Ukraina, sementara negosiasi damai masih berlangsung di Turki.
Setelah kemarin menguat 4 hari beruntun, bursa saham AS tadi pagi berakhir merah menyusul aksi ambil untung pemodal. Secara umum, sentimen pasar masih positif setelah sempat diterpa kecemasan seputar adanya indikasi resesi dari pasar obligasi pemerintah AS.
Perhatian pelaku pasar memang tertuju pada obligasi AS kemarin, di mana imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 5 tahun dan 30 tahun menunjukkan kurva yang terbalik (inversi) untuk pertama kali sejak 2016.
Jika melihat secara historis, inversi ini menunjukkan adanya potensi resesi. Namun, mayoritas investor mengabaikan hal tersebut. Kemarin, acuan utama yield obligasi tenor 2 tahun dan 10 tahun masih positif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)