IHSG Berbalik ke Zona Merah di Penutupan Sesi 1

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
29 March 2022 11:48
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada penutupan perdagangan sesi pertama Selasa (29/3/2022), di tengah kekhawatiran seputar munculnya pertanda resesi di Amerika Serikat (AS) dan kenaikan kasus Covid-19 di China.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG dibuka naik 0,04% ke 7.052,735 pada sesi pembukaan pagi tadi dan terus menguat hingga menyentuh titik tertinggi hariannya pada 7.072,778 pukul 09:15 WIB.

Selepas itu, indeks acuan utama bursa nasional ini terus tertekan, hingga menyentuh level terendah hariannya pada 7.033,137 jelang pukul 10:00 WIB. Sebanyak 240 saham menguat, 231 lain melemah, dan 199 sisanya flat.

Nilai perdagangan tercatat sebesar Rp 6 triliunan dengan melibatkan 13 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 760 ribuan kali. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 494,87 miliar di pasar reguler.

Saham yang mereka buru terutama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 218,3 miliar dan Rp 81,3 miliar. Keduanya menguat masing-masing sebesar 1,27% ke Rp 7.975 dan 0,21% ke Rp 4.740/saham.

Sebaliknya, saham yang mereka lego terutama adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 37,7 miliar dan Rp 31 miliar. Keduanya bergerak berlawanan arah di mana ITMG drop 1,28% ke Rp 28.975 sementara BUKA melesat 2,99% ke Rp 344/unit.

Transaksi terbesar dibukukan BMRI dan PT Berkah Beton Sedaya Tbk (BEBS) dengan nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 398,6 miliar dan Rp 259 miliar. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyusul dengan total nilai perdagangan Rp 232,5 miliar.

Pasar memang cenderung khawatir pada hari ini menyusul kenaikan kasus Covid-19 di China. Kekhawatiran perlambatan ekonomi China akibat merebaknya Covid-19 membuat harga minyak terkoreksi, mengingat Negeri Tirai Bambu merupakan importir minyak terbesar dunia.

Di sisi lain, investor khawatir dengan ancaman resesi di AS setelah kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) terbalik (inverted). Selisih yield antara US Treasury untuk tenor 5 dan 30 tahun sudah negatif.

Artinya, suku bunga jangka pendek lebih tinggi dari suku bunga jangka panjang. Pembalikan kurva yield ini menandai kali pertama sejak tahun 2006 sebagai pertanda krisis keuangan global pada 2008.

Kenaikan inflasi yang tajam ditambah konflik antara Rusia dan Ukraina juga menjadi pemicu kekhawatiran pelaku pasar akan perlambatan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Focus: Risiko Inflasi RI Hingga THR dari Emiten

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular