
IHSG Nangkring di Level 7.000 pada Penutupan Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berayun ke teritori positif pada pembukaan perdagangan sesi pertama Senin (28/3/2022), dan bertahan di level psikologis 7.000.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG dibuka di 6.996,318 atau melemah 0,09% pada sesi pembukaan pagi tadi. Sempat menguat tepat pukul 09:00 WIB, indeks acuan utama bursa ini kembali tertekan hingga menyentuh level terendah hariannya di 6.987,223 pukul 09:10 WIB.
Namun selepas itu, IHSG berbalik menguat dan konsisten bergerak ke zona hijau, hingga sempat menyentuh level tertinggi hariannya pada 7.040,824 pukul 10:15 WIB. Pada penutupan sesi 1, IHSG berakhir di 7.029,083 atau menguat 26,55 poin (+0,38%).
Sebanyak 262 saham menguat, 209 lain turun, dan 209 sisanya flat. Nilai perdagangan tercatat Rp 7 triliunan dengan melibatkan 13 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 753 ribuan kali. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 194,3 miliar di pasar reguler.
Saham yang mereka buru terutama PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan nilai pembelian bersih masing-masing sebesar Rp 185,3 miliar dan Rp 60,4 miliar. Keduanya menguat, masing-masing sebesar 1,33% ke Rp 4.580 dan 3,04% ke Rp 8.475/saham.
Sebaliknya, saham yang masih dilego terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai penjualan bersih masing-masing sebesar Rp 214,5 miliar dan Rp 18,1 miliar. Keduanya berlawanan arah, di mana BBCA drop 1,57% ke Rp 7.825 sementara BMRI menguat 0,32% ke Rp 7.875/unit.
Nilai transaksi terbesar dibukukan TLKM dan BBCA dengan nilai perdagangan masing-masing sebesar Rp 388,4 miliar dan Rp 339 miliar. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menyusul dengan total nilai perdagangan Rp 313,7 miliar.
Pasar memantau perkembangan harga komoditas dan konflik Ukraina. Kenaikan harga minyak mentah memicu lonjakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) tenor 10 tahun hingga mendekati 2,5% yang merupakan level tertingginya dalam dua tahun terakhir.
Kenaikan yield obligasi pemerintah AS merespons kemungkinan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan lebih agresif menaikkan suku bunga acuannya. Pelaku pasar kini memperkirakan The Fed bisa menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp) Mei nanti.
Di sisi lain, pasar juga masih terus memantau perkembangan antara Rusia dan Ukraina. Terbaru, AS kembali memberikan sanksi tambahan untuk elit dan pejabat politik Rusia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1