Masuk Tengah Hari, Dolar AS Kian Perkasa Lawan Rupiah

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Senin, 28/03/2022 11:49 WIB
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah sempat menguat tipis lalu berbalik arah terkoreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (28/3/2022).

Melansir data dari Refinitiv, Mata Uang Tanah Air membuka perdagangan dengan menguat sebanyak 0,07% di Rp 14.330/US$. Namun, rupiah berbalik arah menjadi terkoreksi sebanyak 0,10% ke Rp 14.355/US pada pukul 11:00 WIB.

Wajar saja, Mata Uang Tanah Air hari ini terkoreksi karena dolar AS memang sedang menguat di pasar spot, terpantau menguat 0,32% ke level 99,109 terhadap 6 mata uang dunia.


Fundamentalnya, inflasi AS berada pada level tertinggi yang tidak pernah terlihat dalam 40 tahun, di mana dalam dua tahun terakhir menjadi performa yang paling kacau yang pernah dialami ekonomi AS sejak Great Depression hampir seabad yang lalu.

James Paulsen, kepala strategi investasi The Leuthold Group memprediksikan inflasi tidak permanen dan akan moderat pada kuartal kedua tahun ini.

Menurutnya, selama empat bulan terakhir, angka tenaga kerja AS tumbuh jauh lebih tinggi dari sebelumnya mengindikasikan bahwa hal tersebut dapat memperbaiki rantai pasokan yang sempat terganggu karena pembatasan pekerja karena pandemi.

Namun, Mantan Menteri Keuangan AS Lawren H. Summers percaya inflasi akan memburuk sebelum menjadi lebih baik.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS di bulan Februari mencapai 7,9% secara tahunan yang didorong oleh kenaikan harga energi dan makanan. Inflasi telah membebani dompet jutaan orang Amerika, terutama mereka yang hidup dari upah harian.

Pada pekan lalu, Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) New York John Williams menyetujui jika The Fed menaikkan suku bunga yang lebih tinggi pada Mei mendatang. Williams mengatakan bahwa The Fed juga akan dipandu oleh data ekonomi dari bulan ini hingga nanti.

"Keputusan apa yang tepat bergantung pada situasi saat itu. Tetapi jawaban sederhana untuk pertanyaan apakah pantas menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan selanjutnya, maka saya pikir kita harus melakukan itu," tuturnya pada Reuters.

Investor global akan disibukkan dengan rilis data pembukaan lapangan kerja (JOLTS) pekan ini. JOLTS merupakan salah satu data yang dipantau oleh The Fed dan berpengaruh terhadap kebijakan moneternya.

Jika data tenaga kerja yang dirilis menunjukkan penguatan yang signifikan, patut diperhitungkan bahwa ruang bagi The Fed untuk melakukan normalisasi masih cukup lebar. Pasalnya, dengan pasar tenaga kerja yang kuat, konsumsi akan terdongkrak naik dan mendorong inflasi meningkat kembali.

Proyeksi dan ekspektasi investor terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih cepat membuat dolar AS menguat di awal pekan ini, sehingga menekan performa Mata Uang Garuda.

Selain itu, di tengah konflik yang terus berlanjut di Ukraina dan kasus Covid-19 di beberapa negara, membuat investor menghindari aset berisiko, maka rupiah dinilai kurang menarik.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS