
Rupiah Melemah Tipis Dibayangi Sikap Hawkish The Fed

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sepanjang pekan ini menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah pandangan hawkish bank sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuannya.
Mata Uang Garuda berada di level Rp 14.341 per dolar AS pada Jumat (25/3/2022), atau menguat 0,03% dari posisi Kamis. Sepanjang pekan, rupiah juga terhitung melemah tipis, yakni sebesar 0,01% (1 poin) dari pekan lalu di Rp 14.340/dolar AS.
Pada awal pekan rupiah menguat tipis sebesar 0,01% di Rp 14.338/dolar AS. Rupiah masih tertekan oleh kenaikan suku bunga The Fed yang dilakukan di tengah inflasi Februari sebesar 7,9%.
Ini berimbas pada aksi berburu kupon obligasi pemerintah AS, yang kian menarik mengikuti tren penguatan imbal hasil (yield) US Treasury di pasar sekunder.
Kemudian pada hari Selasa rupiah tertekan 0,13% dan ditutup di Rp 14.356/dolar AS. Pemicunya adalah Bank sentral paling powerful di dunia, The Fed, mengindikasikan di akhir tahun nanti the Fed akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunganya di tahun ini.
Dalam dot plot yang dirilis, sebanyak 10 anggota Komite Kebijakan Moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) melihat suku bunga bisa dinaikkan hingga 7 kali di tahun ini, sebanyak 8 anggota lainnya bahkan melihat bisa lebih dari itu.
Powell dalam pidatonya di hadapan National Association for Business Economics mengatakan inflasi di Amerika Serikat terlalu tinggi dan bisa membahayakan pemulihan ekonomi.
Powell menegaskan akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi bisa terkendali, bahkan tidak menutup kemungkinan kenaikan sebesar 50 basis poin.
Dengan kenaikan sebanyak 7 kali, maka di akhir tahun ini suku bunga akan berada di kisaran 1,75% - 2%. The Fed akan melakukan 6 kali lagi rapat kebijakan moneter di 2022, artinya akan selalu ada kenaikan sebesar 25 basis poin di setiap pertemuan.
Selanjutnya pada perdagangan hari Rabu hingga Jumat, rupiah mencatatkan kenaikan berturut-turut. Masing-masing hari menguat 0,08%, 0,01%, dan 0,02%. Penguatan terjadi di tengah dukungan para pelaku pasar untuk The Fed agar lebih agresif menaikkan suku bunga.
Namun, dibalik itu semua ada ancaman resesi yang membayangi AS sehingga mata uangnya loyo. Kenaikan suku bunga yang agresif dikhawatirkan memicu resesi, yang membuat dolar AS belum mampu menguat tajam. Triliuner Carl Icahn memberikan peringatan tersebut.
"Saya pikir kemungkinan terjadinya resesi sangat besar, bahkan bisa lebih buruk lagi," kata Icahn, dalam acara "Closing Bell Overtime" CNBC International, Selasa (22/3).
Icahn mengatakan inflasi yang sangat tinggi menjadi ancaman utama bagi perekonomian, dan Perang Rusia - Ukraina menambah ketidakpastian yang ada.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Efek Omicron & Percepatan Tapering, Rupiah Kembali Tertekan