Investor Mulai Profit Taking, Harga CPO Ambles 16% Pekan Ini

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Minggu, 20/03/2022 13:10 WIB
Foto: Pekerja membongkar buah sawit dari sebuah truk di sebuah pabrik kelapa sawit di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur 4 Agustus 2014. REUTERS / Samsul Said / File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah harganya melesat tiga pekan beruntun, harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) acuan pada pekan ini langsung berbalik ambles.

Sepanjang pekan ini, harga CPO di bursa Malaysia untuk kontrak Juni 2022 ambruk hingga 16,07% secara point-to-point ke level RM 5.629/ton.


Dari akhir Februari hingga pekan lalu, harga CPO melesat cukup tinggi, bahkan sempat menyentuh rekor tertingginya di level US$ 7.074/ton pada 9 Maret lalu.

Setelah harganya meninggi, investor mulai merealisasikan keuntungannya pada pekan ini dan harganya mulai berbalik arah. Meski begitu, harga CPO sendiri masih berada di kisaran level RM 5.000/ton.

Selain karena aksi ambil untung investor, harga minyak mentah yang ambruk lebih dari 4% sepanjang pekan ini juga turut mempengaruhi pergerakan harga CPO.

Pada pekan ini, harga minyak kontrak Brent ambruk 4,21% dibanding posisi penutupan pekan lalu ke level US$ 107,93/barel. Sedangkan untuk minyak kontrak West Texas Intermediate (WTI) ambles 4,23% ke US$ 104,7/barel.

Melansir The Straits Times, Hong Leong Investment Bank Bhd atau dikenal dengan HLIB Riset mengatakan bahwa harga CPO akan tetapi tinggi untuk sementara, kemungkinan hingga akhir Juni.

Hal tersebut didukung gangguan pasokan kelapa sawit di Malaysia yang akan bertahan dalam beberapa bulan ke depan, ketidakpastian produksi pada minyak biji bunga matahari dari konflik Rusia-Ukraina, dan juga krisis kekeringan di Amerika Selatan untuk minyak kedelai.

Walaupun Dewan Minyak Sawit Malaysia memproyeksikan produksi CPO Malaysia akan naik 4,9% atau 19 juta ton pada tahun ini, tapi produksi akan bergantung pada kedatangan pekerja asing dan pupuk yang memadai.

Di tengah ambruknya harga CPO, pemerintah Indonesia mengumumkan untuk menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang mewajibkan produsen CPO menjual 30% dari produksi CPO nya untuk dalam negeri.

Namun, pemerintah mengganti kebijakan dengan menaikkan Dana Pungutan (DP) ekspor CPO secara signifikan dan Bea Keluar (BK), dalam upaya untuk mengendalikan harga minyak lokal setelah kebijakan sebelumnya gagal mengatasi masalah dalam negeri.

Menurut peraturan Kementerian Perdagangan, kebijakan terbaru akan menaikkan tarif ekspor dari US$375/ton menjadi US$675/ton. Batas maksimum dana pungutan dinaikkan dari US$1.000/ton menjadi US$1.500/ton

Pemerintah menyatakan akan menggunakan dana untuk mensubsidi penjualan minyak goreng curah selama 6 bulan ke depan dengan estimasi biaya subsidi sebesar 202 juta liter setiap bulan yang setara dengan nilai US$500 juta.

Pengekspor CPO Indonesia diwajibkan membayar pajak ekspor atas pengiriman minyak sawit di atas pungutan ekspor maksimum US$200/ton.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adu Strategi Sawit RI di Tengah Tekanan Ekonomi Global