Jelang Suku Bunga AS Naik, Mayoritas Harga SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
14 March 2022 19:13
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (14/3/2022), di mana investor menanti keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan suku bunga acuan terbarunya.

Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 3, 25, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun naik 7,2 basis poin (bp) ke level 3,512%, sedangkan yield berjatuh tempo 25 tahun juga naik 3,3 bp ke level 7,336%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun menguat 0,2 bp ke level 6,947%.

Sementara untuk SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield SBN acuan negara turun 0,8 bp ke level 6,723% pada hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Perang Rusia dengan Ukraina masih menjadi salah satu katalis pasar obligasi pemerintah pada hari ini, di mana tensi kedua negara masih memanas hingga hari ini.

Pada akhir pekan lalu, penyerangan intens kembali terjadi di ibu kota Ukraina, Kyiv, di tengah pasukan Rusia yang membombardir seluruh kota dan menewaskan warga sipil yang tidak bisa dievakuasi.

Rusia juga menyerang pusat pelatihan militer Ukraina di dekat perbatasan Polandia pada Minggu (13/3), menewaskan 35 orang dan melukai 134 orang.

Selain itu, dampak keuangan dari sanksi keras terhadap Rusia akan menjadi fokus yang lebih nyata dalam beberapa hari mendatang menjelang pembayaran obligasi negara.

Selain masih dari konflik Rusia-Ukraina, perhatian investor pada pekan ini juga tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sental Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed). The Fed akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (17/3) dini hari waktu Indonesia.

Ketua The Fed, Jerome Powell, saat ini mendukung kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin, tapi membuka peluang lebih agresif jika inflasi terus menanjak.

Tren kenaikan inflasi di AS memang masih terus berlanjut. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan menyatakan inflasi masih akan terus menanjak dalam waktu yang cukup lama.

"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3).

Alhasil, risiko The Fed akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunga semakin menguat.

Potensi kenaikan suku bunga The Fed membuat investor di AS cenderung melepas obligasi pemerintah AS (Treasury) pada hari ini, terlihat dari menguatnya yield Treasury bertenor 10 dan 30 tahun.

Dilansir dari CNBC International, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun cenderung menguat 7,2 bp ke level 2,078%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Jumat akhir pekan lalu di level 2,006%.

Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun juga cenderung naik sebesar 7,1 bp ke level 2,435%, dari sebelumnya di level 2,364% pada perdagangan akhir pekan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular