Inflasi Global Berpotensi Masih Panas, Yield SBN Menguat Lagi
Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Kamis (10/3/2022), karena investor menilai bahwa inflasi global masih berpotensi meninggi, meskipun inflasi di Indonesia masih cenderung rendah.
Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor tiga dan 10 tahun yang ramai diburu oleh investor pada hari ini, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor tiga tahun turun sebesar 2,5 basis poin (bp) ke level 3,378%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun 3,3 bp ke level 6,764%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) cenderung bervariasi pada perdagangan Kamis waktu setempat, jelang rilis data inflasi periode Februari 2022.
Dilansir dari CNBC International, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun cenderung turun 1,6 bp ke level 1,932%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Rabu kemarin di level 1,948%.
Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun cenderung menguat 0,9 bp ke level 2,311%, dari sebelumnya di level 2,302% pada perdagangan kemarin.
Data inflasi Negeri Paman Sam dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode bulan lalu akan dirilis pada hari ini pukul 08:30 waktu AS atau pukul 20:30 WIB.
Ekonom dalam polling Dow Jones memperkirakan IHK AS pada bulan lalu naik 0,7% secara bulan lalu dan 7,8% secara tahunan.
Investor akan memantau dengan cermat data IHK AS, mengingat kekhawatiran seputar lonjakan harga komoditas baru-baru ini karena perang Rusia-Ukraina turut mendorong inflasi global makin meninggi.
Jika inflasi global terus meninggi, maka hal ini dapat memperlambat kembali pertumbuhan ekonomi global. Investor juga mengkhawatirkan potensinya stagflasi.
Tingkat inflasi dengan yield obligasi pemerintah berkorelasi negatif alias berbanding terbalik. Jadi, jika inflasi masih meninggi, maka obligasi negara akan cenderung kurang menarik karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya pun terhitung lebih rendah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)