
Rusia-Ukraina Akur Sejenak, Harga Mayoritas SBN Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Rabu (9/3/2022), di tengah gencatan senjata sementara antara Rusia dengan Ukraina.
Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor tiga, 10, dan 25 tahun yang ramai diburu oleh investor pada hari ini, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor tiga tahun turun sebesar 0,7 basis poin (bp) ke level 3,403%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun tipis 0,1 bp ke level 6,797%, dan yield SBN berjangka waktu 25 tahun melemah tipis 0,1 bp ke level 7,235%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Investor cenderung melepas kepemilikannya di SBN pada hari ini dan cenderung beralih ke pasar saham RI, ditandai dengan positifnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini. Investor juga merespons positif dari gencatan senjata antara Rusia dengan Ukraina, meski hal ini hanya bersifat sementara.
Rusia mengumumkan gencatan senjata dengan Ukraina pada Selasa malam waktu setempat. Hal ini dilakukan untuk mengevakuasi penduduk sipil. Sebagaimana dilaporkan AFP dari kantor berita Rusia, gencatan senjata akan dimulai Rabu pagi pukul 10.00 waktu setempat.
Di lain sisi, yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) juga cenderung kembali menguat pada perdagangan hari ini. Dilansir dari CNBC International, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun cenderung naik 3,2 bp ke level 1,903%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Selasa kemarin di level 1,871%.
Presiden AS, Joe Biden pada Selasa kemarin mengumumkan pihaknya akan melarang impor minyak Rusia sebagai bentuk sanksi tambahan atas agresi militer Rusia ke Ukraina.
Hal ini membuat harga minyak mentah dunia kembali menguat pada hari ini. Harga minyak mentah acuan jenis Brent melesat 0,99% ke level US$ 129,25 per barel, sedangkan harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,88% menjadi US$ 124,79 per barel.
Tak hanya minyak mentah saja, komoditas lainnya seperti nikel sempat menyentuh rekor tertinggi barunya di atas US$ 100.000 per metrik ton pada Selasa kemarin. Harga komoditas yang terus melesat dapat memicu kekhawatiran investor akan risiko inflasi yang kembali meninggi dan turut memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
Data inflasi AS dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode Februari akan dirilis pada Kamis besok pukul 08:30 waktu AS atau pukul 20:30 WIB. Inflasi yang cukup tinggi membuat aset pendapatan tetap seperti obligasi negara menjadi kurang menarik karena keuntungan riil (real return) dari imbal hasilnya pun terhitung lebih rendah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi