Rupiah Berisiko Gonjang-Ganjing, Modal Asing Cabut Dari RI?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 March 2022 13:10
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina diperkirakan akan membuat pasar mata uang gonjang-ganjing dalam 3 bulan ke depan. Rupiah yang belakangan ini masih cukup stabil tentunya juga terancam terkena imbasnya.

Alhasil, ada risiko akan terjadi capital outflow dari dalam negeri. Sebab aliran modal ke pasar finansial sangat gampang datang dan pergi.

Seperti diketahui, dalam beberapa pekan terakhir investor asing terus mengalirkan modalnya ke pasar finansial Indonesia. Bahkan saat perang antara Rusia dan Ukraina dimulai Kamis (24/2) investor asing terus melalukan aksi beli bersih (net buy) di pasar saham. Indonesia seakan menjadi "surga" investasi bagi investor asing. 

Sepanjang pekan lalu, net buy tercatat sebesar Rp 5,95 triliun di pasar reguler, dan Rp 600 miliar di pasar nego dan tunai, sehingga totalnya Rp 6,55 triliun.
Sepanjang tahun ini, total net buy lebih dari Rp 28 triliun di all market.

Dari pasar obligasi pun menunjukkan hal yang sama, khususnya di bulan Februari. Data dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan sepanjang Februari aliran modal asing masuk ke pasar sekunder sebesar Rp 9,35 triliun.

Capital inflow tersebut sekaligus membalikkan outflow sekitar Rp 4 triliun yang terjadi pada bulan Januari lalu. Dengan demikian sepanjang tahun ini hingga akhir Februari lalu terjadi inflow lebih dari Rp 5 triliun di pasar obligasi.

Total capital inflow di pasar saham dan obligasi sepanjang tahun ini lebih dari Rp 34 triliun.

Stabilitas rupiah menjadi salah satu kunci capital inflow yang besar. Investor asing menjadi lebih nyaman mengalirkan modalnya ke dalam negeri ketika nilai tukar rupiah stabil, sebab risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar bisa diminimalisir.

Tetapi, ceritanya tentunya akan berbeda jika nilai tukar rupiah terpuruk dalam 3 bulan ke depan.

Reuters melaporkan indeks volatilitas dolar AS Deutche Bank pada Rabu (2/3) pekan lalu melesat ke 9,13, level tertinggi sejak awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Indeks tersebut diperkirakan akan semakin meningkat, yang menjadi indikasi pasar mata uang akan mengalami gonjang-ganjing.

Survei yang dilakukan Reuters terhadap ahli strategi mata uang pada periode 28 Februari sampai 3 Maret menunjukkan sebanyak 72% memperkirakan volatilitas pasar mata uang akan mengalami peningkatan, dan 20% memprediksi akan terjadi peningkatan yang signifikan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Mata Uang yang Diprediksi Jeblok Tahun Ini

Serangan Rusia ke Ukraina membuat harga komoditas meroket. Sektor energi yang paling menjadi sorotan.

Harga minyak mentah jenis Brent meroket menembus US$ 130/barel untuk pertama kalinya dalam 13 tahun terakhir. Harga batu bara terbang tinggi ke atas US$ 400/ton yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa. Begitu juga dengan gas alam yang terus menanjak.

Kenaikan harga komoditas energi tersebut tentunya berisiko mengakselerasi inflasi di negara Barat, yang sudah tinggi dan di beberapa negara lainnya.

Alhasil, perekonomian ekonomi global diperkirakan akan terpukul. Berdasarkan CNBC Rapid Update, yang melakukan survei terhadap 14 analis menunjukkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan melambat menjadi 3,2% di tahun ini, dibandingkan proyeksi bulan Februari sebesar 3,5%.

Namun, para analis tersebut memperingatkan masih belum diketahui bagaimana respon perekonomian AS terhadap lonjakan harga minyak mentah.

Eropa diperkirakan akan lebih terpukul lagi. Barcalys memangkas produk domestik bruto (PDB) Benua Biru menjadi 3,5% dari sebelumnya 4,1%. JP Morgan bahkan memangkas proyeksinya hingga 1% menjadi 3,2%.

Dalam kondisi peningkatan volatilitas dan perekonomian global yang diprediksi merosot, mata uang safe haven seperti dolar AS, yen Jepang dan franc Swiss diperkirakan akan mengalami penguatan.

Sementara itu, hasil survei Reuters menunjukkan rubel Rusia diperkirakan akan jeblok di kisaran Rub 120/US$ hingga RUB 150/US$, dengan median RUB 125/US$. Jumat pekan lalu, rubel sudah menyentuh RUB 122/US$ yang merupakan rekor terlemah sepanjang masa.

Sementara lira Turki diprediksi bisa jeblok hingga 20% di tahun ini, sebab inflasi di Turki yang mencapai 54%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Seng Ada Lawan! Rupiah Menguat Sendirian di Asia Pekan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular