Yield Mayoritas SBN Menguat, Investor Kembali Abaikan Perang?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Jumat (3/3/2022), di mana investor di pasar obligasi negara cenderung mengabaikan sentimen dari konflik antara Rusia-Ukraina yang belum ada tanda-tanda damai.
Mayoritas investor cenderung melepas obligasi pemerintah pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor tiga dan 25 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor tiga tahun melemah 1 basis poin (bp) ke level 3,387%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun turun tipis 0,1 bp ke level 7,231%.
Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield SBN acuan negara menguat 8,7 bp ke level 6,637% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu pasar keuangan global kembali terkoreksi karena investor kembali khawatir dengan konflik Rusia-Ukraina yang membuat harga-harga komoditas mengalami kenaikan cukup signifikan, sehingga hal ini dapat mendorong inflasi global makin meninggi dan rantai pasokan akan makin terhambat.
Di lain sisi, mereka juga semakin khawatir setelah adanya laporan bahwa militer Rusia telah menyerang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia di Ukraina, di mana PLTN ini juga merupakan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa.
Penyerangan militer Rusia ini membuat fasilitas training di PLTN tersebut mengeluarkan asap dari kebakaran pada Jumat pagi waktu setempat.
Namun, direktur PLTN setempat mengatakan bahwa PLTN tersebut sudah berhasil diamankan saat ini. Pihak berwenang Ukraina juga merilis kabar terbaru bahwa api yang sempat membakar fasilitas training telah padam.
Meski kondisi PLTN sudah lebih kondusif, tetapi penyerangan PLTN tersebut membuat para pemimpin internasional mengutuk serangan itu. Bahkan, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akan mengadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas serangan itu.
Di lain sisi, situasi di Ukraina terus memburuk dengan cepat dan laporan dari negara tersebut masih sulit untuk dikonfirmasi.
"Sentimen risiko tetap rapuh dan sangat dipengaruhi oleh berita utama Rusia-Ukraina," kata Tapas Strickland, Ekonom di National Australia Bank, dilansir dari CNBC International.
Rusia telah meningkatkan penyerangannya terhadap negara tetangganya itu dalam beberapa hari terakhir, di mana Rusia makin mengintensifkan penyerangannya dengan menyerang kota-kota maju dan besar di Ukraina, salah satunya ibukota Kiev. Penyerangan tersebut memicu sanksi ekonomi dari negara-negara Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal ini juga membuat yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) cenderung kembali melemah pada perdagangan hari ini.
Dilansir dari CNBC International, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun cenderung turun 6,9 bp ke level 1,775%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Kamis kemarin di level 1,844%.
Di saat investor terus memantau perkembangan terbaru dari konflik Rusia-Ukraina, rilis data ekonomi penting AS juga menjadi perhatian investor di AS. Departemen Tenaga Kerja AS akan merilis laporan pekerjaan periode Februari pada pukul 08:30 pagi waktu setempat atau pukul 20:30 WIB.
Ekonom dalam survei Dow Jones memperkirakan ada 440.000 lapangan pekerjaan baru dan tingkat pengangguran akan turun menjadi 3,9%. Sedangkan upah per jam diproyeksikan tumbuh 5,8% secara tahunan (year-on-year/YoY).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)