
Beruntung! Seandainya Dibuka, Rupiah Bakal Merana Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan, termasuk pasar mata uang Tanah Air pada Kamis (3/3/2022) hari ini tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Raya Nyepi, tahun baru bagi umat Hindu.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,35% ke level Rp 14.385/US$ pada perdagangan Rabu kemarin.
Namun seandainya dibuka, ada kecenderungan rupiah kembali ditutup melemah. Hal ini terlihat dari pergerakan mata uang Asia-Pasifik yang cenderung melemah pada hari ini, menandakan bahwa dolar Amerika Serikat (AS) sedang kuat-kuatnya.
Di kawasan Asia-Pasifik, hanya dolar Australia, yuan China, ringgit Malaysia, dan dong Vietnam yang masih mampu melawan sang greenback pada hari ini.
Menurut ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang mengatakan bahwa perang Ukraina yang sedang memanas akan mengurangi prospek pemulihan ekonomi global dan meningkatkan kekhawatiran tentang stagflasi yang tentunya membebani rupiah karena Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar di ASEAN.
Kembali kuatnya greenback dipicu oleh imbal hasil (yield) obligasi yang pulih pada penutupan perdagangan kemarin waktu AS, di mana investor memprediksikan bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuannya pada bulan ini.
Yield obligasi tenor 10 tahun naik sebesar 18 basis poin (bp) ke level 1,89% dan menjadi level tertinggi sejak Maret 2020.
Kenaikan yield obligasi pemerintah AS menjadi momok bagi pasar keuangan global sehingga membuat instrumen lain menjadi tidak menarik.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga kurang dari yang dikhawatirkan kalangan investor.
Komentar Powell, dalam testimoni kepada Komite Jasa Keuangan DPR AS, membantu menenangkan investor setelah aksi perang Rusia ke Ukraina membuat pasar panik.
Powell mengatakan dia cenderung mendukung kenaikan suku bunga 25 basis poin (bp) pada bulan Maret, memadamkan beberapa kekhawatiran pelaku pasar tentang potensi kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Para investor dan trader di AS saat ini melihat probabilitas kenaikan suku bunga sebesar 25 bp mencapai 95% di bulan Maret.
"Intinya adalah kami akan melanjutkan, tetapi kami akan melanjutkan dengan hati-hati, karena kami belajar lebih banyak tentang implikasi perang Ukraina terhadap ekonomi," kata Powell dalam testimoninya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
